Sebuah Cinta di Pulau tak Berpenghuni (05)

Pasangan romantis di pulau tak berpenghuni

Sumber gambar : cermati.com

Bagian satu klik di sini.

Bagian dua klik di sini.

Bagian tiga klik di sini.

Bagian empat klik di sini

Sudah sekitar satu jam Thomas meninggalkan Vina dan masuk hutan. Tapi kejadian yang sama terulang. Tidak ada tanda-tanda buah-buahan ataupun ayam. Tidak ada makanan.

“Sial. Mungkin beberapa hari kemarin Tuhan sedang berbaik hati. Tapi tidak untuk hari ini.” Thomas mengeluh.

Ia tetap berjalan tidak tentu arah. Berharap menemukan sesuatu untuk dimakan. Sesekali ia berhenti berjalan dan melihat 360 derajat agar tidak ada yang terlewat. Namun sia-sia. Tetap saja tidak ada tanda-tanda makanan. Sampai Thomas menyadari bahwa hari mulai gelap.

“Tidak mungkin. Ini masih pagi. Mengapa sudah gelap?”

Apa yang ditakutkan Thomas benar-benar terjadi. Tetasan air mulai turun perlahan dari langit. Thomas menyerah untuk hari ini. Ia berjalan keluar dari hutan menunju ke tempat Vina. Hujan semakin deras 15 menit kemudian. Dan Thomas membutuhkan energi lebih untuk tetap berada pada jalur. Kalau sampai salah melangkah, bisa saja ia akan tersesat di hutan ini.

******

Vina terbangun dari tidurnya karena tetesan air hujan. Kepalanya masih pusing. Dan ia mengkhawatirkan Thomas. Vina hanya bisa duduk berjongkok dan bersandar di pohon kelapa. Matanya tidak pernah lepas dari hutan. Saat ini ia hanya berharap Thomas segera keluar dari hutan dan ada di sisinya karena hujan membuatnya ketakutan.

Yang ditunggu akhirnya muncul. Thomas terlihat berlari kecil menuju ke arahnya. Dan ia pun berjongkok di samping Vina.

“Apa kau tidak apa-apa?” Thomas berbicara keras agar suaranya terdengarnya di tengah hujan yang semakin deras saja.

“Aku baik-baik saja. Apakah kau menemukan sesuatu?”

“Tidak ada apapun di hutan. Mungkin harus berjalan lebih dalam lagi untuk menemukan buah-buahan. Anda saja hujan terkutuk ini tidak turun, aku mungkin bisa menjelajah lebih jauh lagi.” Suara Thomas tampak menyesal.

Kemudian Thomas melanjutkan “Oh ya… Aku juga minta maaf atas kejadian semacam ini”

Vina tampak bingung dan terdiam sejenak mencoba mencerna apa yang dikatakan Thomas. “Maaf atas apa? Apakah kau berbuat suatu kesalahan?”

“Karena aku tidak terpikir akan terjadi hujan. Kalau saja aku mencari tempat berteduh beberapa hari yang lalu, mungkin kita tidak akan kehujanan seperti ini.”

Vina tertawa mendengar jawaban Thomas. “Kau gila. Jangankan dirimu, aku saja tidak terpikir untuk berbuat semacam itu. Padahal sudah jelas ini musim hujan. Bahkan kita terdampar di sini pun karena kapal kita terkena badai gara-gara hujan”.

Thomas tersenyum sedikit. Memang sebuah ironi yang layak ditertawakan. Tapi keadaan semakin buruk saja. Hujan semakin lebat. Dan tentu saja rasanya semakin dingin meskipun ini masih sekitar pukul 8 pagi. Satu-satunya hal yang patut disyukuri adalah kenyataan bahwa hujan pagi ini tidak disertai dengan angin kencang.

Walaupun demikian Thomas merasa kedinginan. Ia berpikir untuk mendekati Vina. Kemudian saling merapatkan badan agar tubuh mereka merasa hangat. Namun ia mengurungkannya. Thomas masih ingat betapa takutnya Vina terhadap dirinya kemarin. Vina takut jika ia berbuat yang tidak sepantasnya mengingat tidak ada siapapun di pulau ini. Dan Thomas tidak melakukan apapun. Vina pun hanya berjongkok, terdiam seperti ayam yang kedinginan dengan mata layu menatap ke bawah.

 ******

Hujan akhirnya berhenti 90 menit kemudian. Vina dan Thomas masih berada di bawah pohon kelapa. Keduanya tidak berbicara sedikit pun. Kalau pun mereka berbicara, itu pasti tidak merubah keadaan. Keduanya tidak tahu harus berbuat apa hari ini.

Vina kemudian berdiri “Aku mau berjemur di bawah matahari. Semoga saja pakaianku kering sebelum malam tiba.”

“Baiklah kalau begitu. Mungkin sebaiknya aku masuk hutan lagi untuk mencari makanan.” Thomas tampak malas.

“Kau sudah berusaha Thomas. Setidaknya bersantailah. Kita masih punya persediaan pisang.” Vina tidak mungkin mengatakan bahwa ia sendiri ketakutan karena persediaan makanan sudah semakin menipis. Namun ia juga tidak tega melihat Thomas berusaha terlalu keras.

Kemudian Vina melanjutkan “Besok pagi kita kembali ke hutan. Dan pasti kita akan menemukan sesuatu untuk dimakan.”

“Tapi pisang kita tinggal sedikit. Bahkan sebagian sudah ada yang busuk. Mungkin hanya cukup untuk dua kali makan. Nanti siang dan besok pagi. Apa kau mau mati kelaparan besok siang?” Thomas mengatakan dengan yakin seolah ia akan menemukan makanan jika ia mencoba lebih keras lagi.

“Terserah kau. Tapi jangan sampai terlalu jauh. Nanti kau bisa tersesat. Dan yang jelas aku tidak akan berusaha mencarimu jika kau hilang.” Vina kemudian berjalan menjauh. Ia berjalan ke pantai yang terkena sinar matahari. Sepertinya saat itu matahari adalah pembawa kebahagiaan bagi dirinya untuk sesaat.

Sementara itu Thomas tampak ragu-ragu. Tapi ia tidak punya pilihan. Yang ada di pulau ini hanya mereka berdua. Tentu saja Thomas merasa bertanggung jawab untuk keselamatan mereka karena dirinya adalah laki-laki. Dan harga diri itulah yang mendorong Thomas untuk berusaha mencari makanan di hutan.

Thomas berdiri. Tanpa berpikir panjang ia kembali masuk hutan ke-3 kalinya pada hari itu. Ia akan menjelajah hutan lebih dalam lagi. Tapi ia juga meningkatkan kewaspadaannya agar tidak terlalu jauh melangkah agar apa yang dikatakan Vina tidak benar-benar menjadi kenyataan.

********

Vina merasa hari begitu panas. Sepertinya alam sedang mempermainkannya. Padahal tadi hujan turun begitu deras. Namun siang ini matahari begitu menyengat. Pakaiannya sudah hampir kering. Meskipin pada beberapa bagian masih lembab, Vina memilih untuk menghindari matahari karena panasnya sudah sangat menyengat.

Seperti biasa, Vina mengambil beberapa pisang dan memakannya. Ia juga melihat jijik ke arah pisang yang mulai busuk. Dan untuk pertama kalinya di pulau itu, Vina berdo’a agar Thomas keluar hutan dengan membawa sesuatu. Ia sudah bosan dengan pisang dan ingin makanan lain seperti ayam bakar hangus seperti hari kemarin.

Sudah hampir tiga jam Thomas masuk hutan. Namun ia belum keluar juga. “Sial. Aku merasa haus. Kalau saja ada Thomas, ia bisa mengambil kelapa untuk kuminum.” Vina kemudian berdiri lagi. Perutnya sudah kenyang. Dan ia ingin pergi ke sungai tempat ia mandi beberapa hari yang lalu untuk minum air dari sana.

Tapi apa yang diharapkan Vina tidak seperti yang dipikirkannya. Air sungainya begitu keruh. Hujan benar-benar mengacaukan segalanya. Vina tidak banyak berpikir. Ia kehausan. Ia turun ke sungai, lalu berjongkok, dan menggunakan tanganya untuk mengambil air. Ia minum air yang keruh tersebut beberapa teguk dengan menggunakan tangannya.

“Rasanya tidak terlalu buruk” Vina tersenyum kecil. Setelah puas, ia kembali ke pepohonan kelapa, markas mereka selama beberapa hari terakhir di pulau tak berpenghuni. Dan sepertinya Thomas belum kembali.

Vina hanya menunggu. Semilir angin siang itu tidak membuatnya merasa nyaman. Ia mulai khawatir dengan Thomas. Jangan-jangan Thomas tersesat di hutan. Ada keinginan untuk mencarinya, namun tidak jadi ia lakukan. Jika ia memaksakan diri masuk hutan sendirian dan terlalu dalam, ia tidak mungkin bisa keluar lagi. Jadi, Vina tetap menuggu dan terus menatap ke arah hutan.

Ia tidak membenci Thomas. Tapi juga tidak terlalu menyukainya. Namun siang ini ia benar-benar merindukan Thomas. Juga merasa takut jika terjadi hal buruk pada Thomas. Bagaimana pun juga, Thomas selalu bisa diandalkan di pulau terkutuk ini. Thomas juga tidak pernah melakukan hal-hal kurang ajar terhadapnya meskipun di pulau ini tidak ada orang. Thomas menghormatinya. Dan itu lebih dari cukup.

Dan tentu saja, Vina juga menyadari bahwa tanpa Thomas disampingnya, ia tidak mungkin hidup lebih lama di pulau yang entah ada dimana…..(Bersambung)

29 tanggapan untuk “Sebuah Cinta di Pulau tak Berpenghuni (05)

Komentar ditutup.