Sebuah Cinta di Pulau tak Berpenghuni

Badai tadi malam benar-benar dasyat. Sisa-sisa awan hitam masih tampak sedikit terlihat di atas awan. Sinar matahari pagi tak kalah hebat. Dengan sigap sang mentari menunjukan betapa kuasanya ia atas awan hitam. Melalui beberapa celah sinar matahari mampu menembus barisan awan hitam. Pagi ini seperti pagi-pagi sebelumnya. Tidak ada bekas apapun pertanda telah terjadi badai besar kemarin malam. Burung-Burung berkicau dengan riang seolah tidak terjadi apa-apa. Benar-Benar pagi yang indah.

Diantara keramaian kicauan burung terdapat dua sosok manusia di pinggir pantai. Pemandangan yang asing bagi burung-burung yang biasa beterbangangan di pantai. Tapi itu tak mengusik mereka sedikit pun. Burung-Burung itu tetap mencari makan dan tak menghiraukan kehadiran dua makhluk asing yang entah mengapa pagi ini berada disana.

Terlihat seorang wanita menyeret seorang pria menjauh dari laut. Ia menyeret tubuh itu seperti sedang menyeret tubuh binatang yang mati. Setelah berusaha sekian lama, akhirnya wanita itu berhasil menyeret tubuh pria itu di bawah pepohonan kelapa yang rindang. Ia membiarkan tubuh yang terlihat masih bernafas itu tertidur begitu saja. Ia kemudian duduk melepaskan lelah.

Beberapa saat kemudian, pria itu mulai siuman. Ia langsung terbangun dan terlihat kaget mendapati dirinya di tempat yang tidak ia ketahui.

“Dimana aku” matanya mencoba mencari penjelasan pada sosok wanita yang duduk di sampingnya.

“Percayalah, hanya Tuhan yang tahu dimana kita berada” jawab wanita itu acuh tak acuh.

Pria segera sadar sepenuhnya. Ia ingat kapalnya karam tadi malam. Yang ia ingat, terakhir ia naik sekoci penyelamat dengan tergesa-gesa bersama 5 penumpang kapal lainnya. Ia benar-benar bingung.

“Seperti kau sudah sadar, hanya kita berdua yang berada di pulau ini. Aku sudah mencari penumpang lain di sekitar pantai. Tidak ada seorang pun kecuali kau yang sedang pingsan” wanita itu begitu fasih berbicara. Cepat dan tepat. Pria itu terkesan.

“Namaku thomas…” pria itu memperkenalkan diri.

“Vina” jawabnya wanita itu singkat.

Kali ini thomas benar-benar bingung. Meskipun ia sudah tersadar sepenuhnya, ia dilanda banyak kebingungan.

“Aku lapar dan haus. Panjatlah pohon kelapa ini dan petik beberapa buah” vina tiba-tiba membuyarkan lamunan thomas.

Entah mengapa thomas menurut saja. Ia segera memanjat pohon kelapa disampingnya. Tidak terlalu tinggi. Hanya dalam waktu sebentar thomas sampai di puncaknya.

“Hati-Hati. Menjauhlah agar aku bisa menjatuhkan buah kelapa ini” teriak thomas.

Vina tipe wanita yang tidak suka diperintah. Dengan menahan jengkel vina pun menjauh dari pohon kelapa. Beberapa saat kemudian 6 buah kelapa segera menghujam bumi. Thomas pun segera turun.

“Bagaimana kita bisa memakannya?” tanya thomas sambil terengah-engah.

“Kau lelaki. Pikirkan caranya” vina berjalan sambil memunggut buah kelapa yang jatuh itu.

Thomas medongkol. “Dasar wanita tidak tahu diri” pikirnya.

Thomas teringat tas ransel yang sempat dibawanya tadi malam. Di dalamnya ada pisau yang tajam. Thomas selalu membawa pisau yang didapat dari hadiah ulang tahunya yang berasal dari seorang teman yang bekerja sebagai tentara. Dalam keadaan seperti ini, pisau macam ini pasti sangat berguna.

“Apa kau tidak melihat tas ranselku” tanya thomas kepada vina.

“Ada di pantai sana. Aku tidak membawanya. Terlalu berat” vina menjawab dengan jelas.

Thomas segera berlari ke arah yang ditunjuk vina. Ia menemukan tas ranselnya tergeletak begitu saja di pantai. Basah. Thomas segera mengangkat tas ranselnya. Lumayan berat.

Thomas segera kembali ke pepohonan kelapa dimana vina menunggunya. Kemudian ia mengambil pisau, membelah 2 buah kelapa dan memberikan satu kelapa untuk vina. Vina segera meneguk air kelapa. Begitu pun dengan thomas. Segera setelah meminum air, thomas mengeluarkan seluruh isi ranselnya. 3 celana panjang, 4 celana pendek, 2 buah sarung, 2 buah korek api dan sebuah jaket basah. Ia kemudian menjemurnya begitu saja di atas bebatuan sebelah timur pantai. Menaruh batu diatasnya agar tidak terbawa angin yang kencang. Kemudian ia menghampiri vina, kembali ke pepohonan.

“Jadi apa yang harus kita lakukan” thomas membuka percakapan.

“Aku tidak tahu. Kita terdampar disini sendirian. Yang jelas aku lapar. Ayo kita masuk hutan untuk mencari makanan” vina berdiri dari duduknya.

Thomas terbengong. Ia membawa pisau tentaranya. Ia juga membawa tas ranselnya. “Siapa tahu nanti akan berguna” pikirnya.

Mereka berjalan memasuki hutan. Setelah 1,5 KM berjalan, mereka beruntung karena menemukan banyak pohon pisang.

“Akhirnya ketemu juga. Aku sudah sangat lapar” vina berlari kecil melihat-lihat kumpulan pohong pisang.

Thomas mengikuti di belakangnya. Tanpa dikomandoi, thomas langsung menebang pohon pisang yang memiliki buah matang. Beberapa pohon pun tumbang. Vina terlihat tak sabar dan lansung memakan pisang di tempat itu juga.

“Kita beruntung. Jenis pisang susu. Rasanya manis” vina mengunyah pisang sambil berbicara.

Thomas melemparkan tas ransel kosong ke arah vina. “Masukan pisangnya ke tas. Aku akan menebang pohon lainnya” thomas berlalu dan terus menebang pohon pisang. Setelah beberapa menit, ada lebih dari 20 cengkeh besar buah pisang.

“Ini cukup untuk 4 hari” kata thomas.

“Tasnya sudah penuh. Aku akan mengotong sisanya. Kau juga harus mengotongnya” vina memerintah.

Thomas pun ikut mengotong sisa pisang. Mereka kembali ke pepohonan kelapa di tepi pantai.

Hari sudah sore ketika mereka tiba di pepohonan kelapa. Mereka duduk, melepaskan lelah.

Thomas haus. Ia membelah lagi sisa kelapa yang tergeletak di tanah. Ia membelah dua. Satu ia berikan pada vina.

“Kita tunggu tim sar. Pasti mereka sedang mencari kita” kata thomas sambil meneguk air kelapa.

“Semoga mereka cepat datang” balas vina datar.

“Aku akan mencari kayu di tepi hutan. Kau tunggu di sini. Oh ya… Ambil semua pakaianku di bebatuan itu” thomas menunjuk bebatuan di sebelah timur pantai dan langsung berjalan meninggalkan vina.

2 jam kemudian, thomas kembali membawa banyak kayu bakar. Ia menghampiri vina yang tampak tiduran bersandar di batang pohon kelapa.

“Kau ikut aku. Masih banyak kayu bakar yang kukumpulkan. Untuk persediaan selama dua hari” thomas terlihat letih.

Vina beranjak dari tempat duduknya. Mengikuti thomas. Kayu bakarnya cukup banyak. Mereka harus bolak balik 10 kali sampai semua kayu terangkut. Hari sudah mulai gelap ketika mereka selesai meminsahkan kayu bakar.

Thomas mengambil jaket ditumpukan pakaian yang tergeletak di pinggir pohon kelapa dan memakainya. “Pakailah sarung ini agar tidak kedinginan” thomas melemparkan sarung ke arah vina.

Kali ini vina menurut. Ia mengenakan sarung tersebut. Thomas segera menyusun tumpukan kayu tersebut. Mengambil korek api dan menyalakannya. Dan api unggun pun menerangi tempat itu. “Ternyata pengalamanku selama 6 di pramuka berguna juga” gumam thomas pada diri sendiri.

Vina dan thomas mengobrol ditemani api unggun. Mereka saling memperkenalkan diri. Dimana mereka bekerja, dimana rumah mereka, dan obrolan-obrolan canggung lainnya. Tak lama berselang, mereka pun dibuai mimpi. Tertidur pulas karena kelelahan. (Bersambung).

2 tanggapan untuk “Sebuah Cinta di Pulau tak Berpenghuni

  1. Haduh, survival, ya, saya jadi ingat sebuah game judulnya Lost in Blue, mirip-miriplah kita mesti bertahan sepanjang permainan dan di awal-awal, makannya mesti kelapa terus :hihi. Selalu penasaran dengan cerita survival soalnya kemungkinan alur ceritanya bisa bercabang banyak banget, berjuta-juta kemungkinan bisa terjadi dan semuanya logis. Lanjutan cerita ditunggu!

    Suka

Komentar ditutup.