Tentang Bekerja Keras

Orang jepang dan kerja kerasSumber gambar : halogensoftware.com

Ketika membaca “Bonus Track” karya Koshigaya Osamu, aku sedikit heran sekaligus respek terhadap Kusano. Ia bekerja sangat keras, sampai-sampai ia tidak punya kegiatan yang menyenangkan. Hari-Harinya dihabiskan di tempat kerja, makan, dan tidur. Hanya itu saja dan sangat monoton.

Kurasa orang seperti Kusano mengejar kepuasan hidup dalam bekerja. Totalitasnya akan memberikan pencapaian-pencapaian yang diinginkan.

Dari bacaan tersebut, aku mulai menjelajahi internet. Ternyata memang orang jepang itu tipe pekerja keras. Jam lembur mereka bisa 100 jam dalam sebulan, persis seperti Kusano.

Bahkan saking bekerja kerasnya, Jepang punya masalah serius mengenai Karoshi, kematian akibat terlalu bekerja keras.

Ternyata seperti itu cara bekerja orang Jepang. Pantas saja Negeri Sakura bisa menjadi salah satu negara paling maju di Asia, bahkan di dunia.

Aku Bukan Tipe Pemalas Jika Bekerja

Jangan salah paham! Sekalipun aku sangat suka bermalas-malasan, terkadang bahkan bagai ikan sepat ketohoran, tapi kalau sudah menyangkut pekerjaan, sepertinya aku merupakan tipe pekerja keras.

Tapi itu hanya pemikiran saja. Aku belum pernah bekerja sampai benar-benar kelelahan. Cuma setiap ada tugas-tugas, aku pasti mampu menyelesaikan dengan baik.

Misalnya mengikat semangka dengan cepat, mampu memberi harga penawaran yang bagus, atau bekerja lebih dari 12 jam dalam sehari, meskipun ini hanya sesekali saja.

Hanya saja pekerjaanku sangat ringan. Dan aku sangat menikmatinya.

Sebagai pedagang buah, pekerjaanku hanya duduk menangani pelanggan saja. Kalau tidak ada pembeli, waktu kosong tersebut kuisi dengan membaca atau menulis. Sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui, bukan?

Belum Bergigi Hendak Mengunyah

Sebenarnya aku punya target kecil. Setidaknya lapak buahku bisa sedikit lebih baik dibanding ketika dipegang oleh kedua orang tuaku. Hal Itu sering menganggu pikiranku.

Karena aku tidak terlalu dilibatkan dalam pengelolaannya sampai saat ini seperti mengambil produk di juragan, menentukan harga jual dan sebagiannya. Padahal otakku sudah dipenuhi dengan teori-teori baru, hasil pengamatanku, yang kurasa bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi.

Belum lagi karena perlakuan istimewa kedua orang tuaku. Soalnya kan aku penderita skizofrenia, jadi mereka kadang-kadang memperlakukanku seperti anak kecil yang mana kadang-kadang membuatku merasa sedih atau jengkel sementara aku tidak bisa menyalahkan mereka.

Aku punya rencana besar. Dan kurasa, untuk mewujudkan rencana tersebut, dibutuhkan banyak kerja keras. Aku siap membayarnya.

Tapi harus bersabar dulu sampai aku diberi kekuasaan penuh mengelola lapak buah.

Atau Hanya Pikiran Konyol

Tapi ada kemungkinan bahwa bekerja keras sebagai pedagang buah adalah pikiran konyol. Memangnya bekerja keras seperti apa?

Walaupun aku punya banyak teori dan rencana, tapi dipikir-pikir, cepat atau lambat, setelah mendapatkan efektivitas dan efisiensi, bukankah nanti malah membuat pekerjaan semakin ringan?

Kecuali jika aku jadi ambisius dan terus mengejar target yang lebih tinggi.

Aku jadi teringat Thurston di novel Danielle Stell. Contoh terbaik sebagai pekerja keras. Bahkan sempat aku mengkhayal ingin seperti itu dalam kehidupanku. Hanya saja dia kan punya perusahaan tambang besar sementara aku hanya punya lapak buah.

Lagipula aku sendiri juga pesimis dengan pemikiranku tentang bekerja keras. Di sisi lain hatiku, ada pertanyaan :

“Buat apa bekerja terlalu keras jika hasil yang didapat sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari?”

Bisa-Bisa aku membuang waktuku dan menjadi tua tanpa mampu menikmati hasilnya. Tentu aku tidak mau hal tersebut terjadi dong.

Mungkin saja ide tentang bekerja keras tidak cocok untukku. Ikan yang besar-besar di dalam lautan sekalipun, termasuk juga ke dalam pukat. Apalagi aku yang belum pernah bekerja dalam kondisi terbaik gara-gara sakit skizofrenia dan hanya sekadar berteori.

Tapi Jangan Terlalu Bersenang-senang Juga

Apa jadinya jika belum beranak sudah ditimang?

Walaupun bekerja terlalu keras itu tidak baik, tapi bersenang-senang sebelum tujuan tercapai juga bukan hal baik.

Aku jadi bingung sendiri.

Mungkin lebih baik jalani saja dulu. Lakukan yang terbaik. Apapun hasilnya nanti, aku harus belajar mensyukurinya.

Bagaimana denganmu? Apakah punya keinginan untuk bekerja keras dalam hidup? Bagikan di kotak komentar.

10 tanggapan untuk “Tentang Bekerja Keras

  1. Perlu target atau cita2 untuk penyemangat hidup.. knpa nga nargetin punya kedai buah sendiri.. ya mulai menyisihkan uang atau mencari kenalan buat bekerjasama.. atau buat parian produk dari bahan yg sudah d punya seperti buka buah kupas gtu..

    Suka

    1. Kasihan ortu mas. Udah tua. Katanya nanti juga diserahkan ke saya. Sekarang ya sabar dulu sambil belajar, karena saya sendiri klo disuruh ngelola sendiri juga merasa masih nggak sanggup. πŸ˜€

      Suka

  2. Soal bekerja keras di Jepang emang ngeri yg bikin sampai mati. Yg baru yg kemarin jurnalis perempuan meninggal karena overwork.
    Saya sendiri juga sebenarnya tipe pemalas dan cenderung ga ambisius. Seringnya telat panas. Butuh motif dan alasan yg bener dulu. Kerja keras penting tapi konsisten lebih utama. Ini sih cuma pendapat saya.

    Suka

    1. Ya masing-masing orang kan punya karakter masing-masing. Termasuk kelebihan dan kekurangan. Jadi, bijaknya kita memperlakukan diri sendiri yang bakal menentukan kehidupan kita πŸ˜€

      Suka

Komentar ditutup.