Lea dan Kucing (3)

Lea dan kucingSumber gambar : devianart.com
Episode satu : Klik di sini

Episode dua : Klik di sini

Pukul 10 pagi. Waktu di mana aku pulang kuliah dan mendapati kucing kesayangan Lea hilang. Aku terus memanggil ‘push…push…push….’ di dalam rumah dan di sekitar rumah, berharap si kucing akan menampakkan diri. Nihil.

Baru di pukul 11:15, ada tetangga yang mendatangiku. Katanya kucingku mati tertabrak mobil di jalan depan gang rumahku. Aku tetap berusaha tegar. Dan tentu saja, aku bergegas ke lokasi yang dikatakan tetanggaku untuk memastikan bahwa itu si kucing.

Tubuh itu tergeletak. Ada genangan di sekitar kepala kucing. Pasti itu darah yang mengering. Dan jika boleh bertaruh, pasti ada beberapa bagian tulang si kucing yang hancur karena tertabrak, meskipun hal itu tidak tampak dan tidak mampu mengubah keadaan.

Kubawa mayat itu dengan sebungkus kresek yang kudapat dari toko di depan lokasi kecelakaan, yang pada awalnya ingin kubeli, tetapi penjaga toko berkeras memberikannya secara cuma-cuma. Mungkin ia berharap agar bangkai kucing itu segera dipindahkan agar tidak merusak pemandangan, jadi penjaga toko terlalu bahagia dan dengan senang hati memberiku tas kresek merah besar.

Di depan rumahku, tepat di depan teras, kutanam mayat si kucing. Tak butuh waktu lama, aku menggali tanah cukup dalam untuk memastikan tidak ada bau bangkai beberapa hari ke depan. Juga memastikan bangkai si kucing akan dimakan cacing tanah di kedalaman yang kugali. Butuh sekitar 30 menit dan aku selesai membuat tanah menggunduk.

Aku lelah dan berkeringat. Juga akan ada kelas pada pukul satu siang. Aku tidak peduli dan langsung mandi sebelum berangkat kuliah. Lagipula aku belum terikat emosi apapun dengan si kucing karena baru beberapa minggu memeliharanya. Aku tidak sedih sedikit pun.

**************

“Mengapa bisa seperti itu? Seharusnya kau memasukkan si kucing di dalam rumah sebelum pergi!” Lea marah.

“Aku sudah melakukannya. Mungkin si kucing pergi keluar lewat jendela. Ini bukan keinginanku Lea.” Aku berusaha membela diri.

Lea menangis. Aku kebingungan sendiri. Meskipun aku tahu bahwa Lea begitu menyukai si kucing, namun apakah layak ia marah kepadaku atas kesalahan yang tidak kusengaja dan menangisi si kucing yang baru dipelihara selama beberapa minggu?

“Kau sudah berjanji akan menjaga si Kucing. Dan sekarang kau melanggarnya. Aku membencimu.” Lalu Lea pergi meninggalkanku seorang diri. Sementara itu aku masih bergeming untuk mencerna kejadian yang baru saja terjadi.

Aku lupa bahwa aku pernah berjanji kepada Lea untuk merawat si kucing ketika pertama kali kucing itu muncul. Mungkin bukan kematian si kucing yang membuat Lea marah kepadaku, dengan sifatnya yang kekanak-kanakan dan lugu, mungkin Lea merasa dikhianati dan menganggap aku melanggar perkataanku sendiri.

Aku merasa bersalah. Jadi, aku akan meminta maaf kepada Lea dengan sungguh-sungguh. Tapi sebelum hal tersebut kulakukan, mungkin sebaiknya aku menunggu Lea tenang selama beberapa jam terlebih dahulu.

*****************

Sudah tiga hari aku tidak berbicara dengan Lea. Ia masih marah. Bahkan chattinganku tidak dibalas sama sekali. Aku benar-benar kebingungan dengan tingkah laku Lea. Ini pertama kalinya aku dan Lea bertengkar seperti ini selama satu tahun masa pacaran kami.

Aku jadi gelisah. Seperti malam ini, aku terus memikirkan hubunganku dengan Lea. Meskipun bagiku Lea seperti anak-anak dan selalu saja membuatku kesal dengan segala tingkah laku dan kebodohannya, tetapi aku begitu menyukainya. Bahkan aku tidak ragu sedikit pun untuk memperistrinya seandainya aku sudah bekerja dan menghasilkan uang. Kenyataannya, aku masih mahasiswa dan kami hanya pacaran.

Di tengah lamunanku, kudengar meongan kecil. Awalnya aku tidak peduli, tapi suara kucing itu hanya membuatku kesal. Kupikir kucing itu akan pergi, tapi suaranya masih terdengar. Dan itu membuatku beranjak dari tempat tidur untuk mengusir kucing itu.

Suaranya berasal dari depan rumah. Aku melihat kucing berwarna hitam di depan makam si kucing, peliharaanku yang tertabrak mati beberapa hari yang lalu.

Kudengar kucing punya 9 nyawa, mungkin kucing hitam itu adalah jelmaan dari kucingku. Dan aku tersenyum menertawakan kekonyolan pikiranku sendiri.

Kucing itu menatapku seolah ia benar-benar menatapku. Aku merinding. Tapi butuh lebih dari kucing untuk membuatku lari terbirit-birit ke tempat tidur dan memasukkan tubuhku ke dalam selimut. Agar ragu, aku membuka pintu dan mengucapkan ‘Hush…..Hush….Hush….’ untuk mengusir kucing itu.

Tapi kucing itu tidak bergerak. Ia berhenti mengeong dan tetap menatapku. Kekuatan aneh dan mistis seolah dimiliki kucing yang entah berasal dari mana. Dan aku menarik kembali kata-kataku karena aku benar-benar mengunci pintu rapat-rapat, berjalan lebih cepat ke kamar tidur, dan memasukkan tubuhku ke dalam selimut.

Suara ‘Meong….Meong….Meong…..” masih ku dengar. Dan aku berharap ada tetangga yang akan mengusirnya untukku.

************

Aku mendengar suara kucing di dalam rumah dan bangun tidur. Tapi itu tidak mungkin. Aku sudah mengunci pintu dan jendela, kucing yang tadi mengeong pasti tidak bisa masuk rumah.

Tapi aku merasa penasaran. Kulangkahkan kaki menuju sumber suara, itu dari dapur.

Betapa terkejutnya diriku mendapati apa yang ada di dapur. Kucing hitam itu ada di dapurku. Aku tidak bergerak sedikit pun. Karena kucing itu masih menatap mataku. Lalu muncul asap di sekililing kucing. Sementara aku masih mematung, asap itu perlahan membentuk suatu sosok yang kukenal. Itu Lea.

Hanya saja Lea di depanku merupakan versi lain. Wajahnya seperti kucing dengan kuku tangan panjang yang tajam. Aku masih ditempatku dan mulai merasa sangat ketakutan.

“Kau sudah membunuh si kucing, maka sekarang kau harus mati” Kata Lea semakin mendekat ke arahku.

“Aku tidak sengaja. Maafkan aku. Aku akan memunggut kucing lain dan akan merawatnya dengan sungguh-sungguh” Aku berkata sambil melangkah mundur. Dan aku tidak tahu bagaimana kejadian selanjutnya.

Mimpi itu terasa sangat nyata. Meskipun aku tidak ingat detailnya. Aku masih merasa takut ketika aku masih termanggu sendirian dan melihat jam dinding kamarku menunjukkan jarum pendek di angka lima dan jarum panjang di angka satu.

Aku tidak peduli mimpi itu. Aku tidur lagi karena hari ini kuliahku di mulai di siang hari.

*************

Siang itu, sebelum masuk kelas, Lea menemuiku dengan wajah riang. Mungkin ia sudah tidak marah lagi.

“Nanti selepas pulang kutunggu kau di markas ya.” Lea tersenyum untuk pertama kalinya sejak empat hari yang lalu.

“Baiklah. Tunggu aku ya….”

Dan pertemuan itu membuatku tidak betah di kelas. Selama dosen menjelaskan, aku seolah berada di duniaku sendiri memikirkan kata-kata apa yang kubicarakan dengan Lea nanti. Aku sering melihat jam dinding di kelas dan aku mulai percaya bahwa waktu bisa sangat lama berjalan dalam situasi tertentu. Dan itu rasanya sangat membosankan.

Baru ketika pukul 14:45, dosen mengucapkan salam dan keluar dari kelas. Aku pun langsung berlari dan tidak memedulikan teman-teman sekelasku. Mungkin mereka sudah dengar mengenai pertengkaranku dengan Lea, jadi mereka memaklumiku dan tidak mengajakku ngobrol selama jam-jam kuliah dan selepas kuliah seperti biasanya.

Di markas, warung tempat kami selalu bertemu, Lea sendirian dan melambaikan tangan ketika melihatku datang.

Sebelum aku duduk, Lea berkata, “Aku ingin makan es krim. Belikan Es krim di toko depan sebentar.”

“Baiklah…. Tunggu sebentar ya…” Kataku sambil tersenyum dan berjalan menuju toko di depan kampus. Tidak ada hari yang membahagiakan seperti hari ini. Meskipun mungkin Lea akan ngambek lagi, tapi aku ingin sekali lagi meminta maaf sebelum memulai pembicaraan nanti.

Aku mendapatkan es krim merk AICE rasa cocholate seharga Rp 2.500, es krim kesukaan Lea. Aku bahkan membelikannya dua. Dan langsung berjalan cepat ke markas.

Lea menerima es krim itu, membukanya, dan menjilatinya tanpa memperhatikan kehadiranku. Itu bagian sifat menjengkelkan Lea.

“Lea… Sekali lagi maafkan aku karena tidak menepati janjiku untuk merawat dan menjaga si kucing.”

“Iya… Aku sudah memaafkanmu kok.” Jawab Lea acuh sambil terus menjilati es krimnya.”Yang satu untuk Andre.”

Aku dengan senang hati menerima es krim itu. Tidak biasanya Lea berbagi es krim. Karena biasanya, ia akan menghabiskan dua es krim yang kubelikan seorang diri. Mungkin hari ini suasana hatinya sedang bagus.

“Jadi bagaimana? Mau memilihara kucing dari mana?” Kata Lea.

“Aku tidak mengerti. Apa yang kau bicakan?”

“Bukankah tadi malam kau mengatakan akan memelihara kucing baru dan berjanji untuk menjaganya. Tapi ketika aku mendekat kau langsung pingsan.Jadi terpaksa aku menggotongmu ke tempat tidur.”Kata Lea datar sambil terus menjilati es krimnya.

Tamat
.

10 tanggapan untuk “Lea dan Kucing (3)

Komentar ditutup.