Lea dan Kucing (1)

Lea dan kucing​Sumber gambar : devianart.com

Aku masih bingung dengan kucing di rumahku. Tiga hari yang lalu kutemukan kucing di depan pintu kontrakanku. Umurnya masih sekitar 6 bulan. Sejenis kucing kampung yang terlihat lucu dan memiliki warna campuran antara putih dan kuning terang. Karena merasa kasihan, karena cuaca sedang gerimis, aku memasukkan anak kucing itu ke dalam rumah dengan menanggung risiko rumahku akan bau karena kencing kucing.

Kupikir kucing itu akan segera pergi keesokan harinya dan kembali ke tempat asalnya, sarang di mana induknya berada. Tapi sepertinya itu pemikiran konyol, kucing ini tetap di rumahku, bahkan setelah kuangkat ke luar rumah, kucing itu tidak kemana-mana.

Kemarin aku sempat mendapatkan ikan pindang dan masih ada dua ikan pindang lagi. Jadi, di hari minggu ini, aku terus memikirkan masa depan kucing sambil memberi anak kucing ini makan di teras rumahku. Mungkin akan kubuang ke pasar saja, pikirku ragu.

Yang kutunggu akhirnya datang juga. Pacarku. Ia naik motor Honda Beat keluaran terbaru dan langsung memarkirnya tepat di depan rumahku. Rambutnya hitam pekat, lurus, dan membuat wajahnya semakin manis. Bahkan dari kejauhan sekalipun.

Ia berjalan mendekatiku, “Selamat Pagi….”, dan tersenyum,”Ini ya.. kucing yang kau ceritakan” katanya sambil tersenyum seperti biasanya.

“Iya…. kucingnya tidak mau pergi. Aku jadi bingung ha ha ha…”

Pacarku mengelus-elus kucing itu. Tapi kucing itu terlalu sibuk makan dan tidak bereaksi dengan sentuhan Lea, sesekali ia mengeong-ngeong, mungkin ia berkata, “Elus saja terus”

“Kupikir kau akan memeliharanya. Ia manis ya.” Katanya lagi. “Aku sibuk. Mana bisa mengurus seekor kucing. Lagipula para lelaki tidak peduli kok sama tingkat kemanisan kucing” kataku mengodanya.

“Ha ha ha…. begitu ya. Maaf.”

“Iya tidak apa-apa” Aku memperhatikan Lea yang tampak cantik. Ia berjongkok, memakai celana jeans dan kaos ketat yang menonjolkan buah dadanya. Aku meleleh hanya dengan melihatnya.

“Dia pasti mati. Induknya pasti meninggalkannya atau mungkin sudah mati. Tapi itu tidak mungkin terjadi kalau ada yang mau memeliharanya” Lea menatapku. Pandangan mata kami bertemu. Dan aku meleleh lagi.

“Jangan begitu dong. Kalau kau bicara tidak jelas aku tidak tahu maksudmu.”Aku tertawa senang.

“Apa harus begitu ya. Baiklah… eng…Lakukan untukku. Pelihara kucing ini ya….” Kata Lea malu-malu.

“Ha ha ha…. Kalau begitu lain lagi ceritanya. Baiklah aku akan berusaha merawatnya. Tapi kalau terjadi apa-apa jangan salahkan aku loh ya…” Kali ini aku berbicara dengan sedikit serius.

Lea mengaruk-garuk kepala, “Kali ini aku yang bingung nih, memang apa yang mau kau lakukan? Jangan bilang kau mau mengajarinya main sirkus.”

Aku menghebuskan nafas panjang, mencoba mencari penjelasan yang masuk akal untuk Lea. Setelah itu aku bertanya lagi, “Apa benar kau ingin aku merawatnya?”

Lea langsung mengangguk-angguk. Aku menghebuskan nafas panjang sebelum mengatakan penjelasanku, “Kemarin aku membeli makanan dari toko kucing. Tapi kucingnya tidak mau makan. Ia baru makan setelah kuberi ikan pindang.”

Lea masih diam. Aku tahu ia mendengarkanku dan menungguku melanjutkan kata-kataku. “Masalahnya aku kan kuliah di jam pagi, sedangkan pasar tutup siang hari. Jadi, aku tidak bisa memberinya makan ikan terus. Untung waktu itu ada teman yang mau kumintai tolong buat beli ikan pindang. Selain itu, pasarnya juga jauh dari sini.”

“Lalu dikasih makan apa dong kucingnya? Aku kan juga kuliah pagi. Tidak mungkin ya merawatnya” Lea tampak sedih. Nada suaranya menjadi lebih rendah dari biasanya. Aku melanjutkan, “Kalau aku merawatnya, maka aku akan memasukkan kucing itu dalam sebuah kamar. Kemudian akan kuberi makanan kucing dari toko dan minum saja. Ntar pasti kucing itu akan memakannya. Lakukan selama beberapa hari dan kucing kampung ini akan mau makan makanan dari toko.”

“Bagaimana kalau kucingnya tetap tidak mau makan? Dia bisa mati dong.”

“Ya…. Namanya juga percobaan. Tapi aku yakin kucingnya mau makan kok. Aku sudah memikirkan menggunakan cara ini kalau-kalau kucingnya tetap mau tinggal di sini.”

“Apa kau akan melakukan hal semacam itu juga kepadaku setelah menikah?” dan Lea terisak-isak, sedikit mengeluarkan air mata.

“Wah maaf…”Kataku. Aku merasa bersalah dan mendekati Lea dan mengelus-elus rambutnya. “Jangan terlalu sensitif. Ini kan demi kebaikan kucing itu juga. Dan aku tidak akan melakukan percobaan apapun kepadamu kok di masa depan.”

“Begitu ya… maaf kalau aku sensitif. Tiba-Tiba aku sedih kalau membayangkan kucing ini tidak mau makan dan mati. Jadi terbawa suasana deh ehe he he….” Lea tersenyum.

Pacarku memang seperti itu. Dia memiliki kombinasi kebodohan dan keluguan. Aku bertemu dengannya pada saat mengikuti kelas yang sama. Dan ia menjadi pasanganku dalam suatu tugas presentasi. Tapi ia terus menerus meminta maaf dan mengatakan bahwa dirinya begitu bodoh dan tidak bisa membantu. Aku kesal saat itu. Apa sulitnya merangkum dan memindahkan teks dari beberapa buku ke power point?, Pikirku saat itu.

Tapi kemudian ia menawarkan akan mentraktirku makan. Ia bilang sebagai permintaan maaf karena merepotkanku. Dan sejak saat itu, aku malah menyukai sikapnya yang bodoh dan lugu mengingat aku tidak punya banyak teman karena terlalu pintar. Aku tidak bisa bersosialisasi. Tapi Lea membuatku nyaman. Dan pikiran awalku berubah drastis. Tidak ada yang salah jika lelaki pintar berpacaran dengan gadis bodoh. Dan kami sudah pacaran selama 12 bulan.

“Tenang saja. Aku akan menjaga kucing ini seolah menjagamu. Setelah ini aku akan mempelajari cara merawat kucing. Jadi, jangan terlalu khawatir. Semua akan baik-baik saja.”

“Uh… kau manis ketika mengucapkannya hi hi hi…. janji ya akan menjaganya” Lea mengerakkan tangannya dan menutup semua jarinya kecuali keliking.

Tanpa banyak berpikir, aku melakukan hal serupa. Jari kami saling bertautan dan aku berkata, “Aku berjanji.”

Lea tersenyum. Ia diam untuk sesaat dan menatap mataku. Sebelum aku mengira ia tidak mempercayai apa yang kujanjikan, ia mendekat dan mencium pipiku, “Sebagai hadiah karena mau merawat kucing yang malang”

Aku malu. Tapi rasanya menyenangkan. Itulah adalah ciuman pertamaku. Dari pacar pertamaku juga. Dan akan kukenang sepanjang sisa hidupku. Kali ini aku berjanji pada diriku sendiri. (Bersambung)

7 tanggapan untuk “Lea dan Kucing (1)

  1. imbalan pelihara kucing yang sangat indah..hehehehe. Tapi hari ini saya sangat bersedih, sebab si putih (anak kucing yang baru berusia sekitar 1 bln) mati. entah mengapa? ia pergi meninggalkan si belang saudara kembarnya dan emaknya si bw> ya sudahlah..moga anak kucingnya cepat besar besar dan menyenangkan ya mas…

    Suka

    1. Biasanya sampai usia 2 bulan pak anak kucing mulai bisa makan sendiri. Mungkin induknya stres sehingga tidak memberi susu ke anaknya 🙂

      Suka

    1. Saya nggak berani yang vulgar2. Belum pernah merasakan soalnya. Ntar ceritanya jadi garing. Nulis saja sesuatu yg terjadi sehari-hari, plus dikasih dramatisasi. Udah gitu aja saya ketika bersenang-senang dengan menulis.

      Disukai oleh 1 orang

Komentar ditutup.