Apakah Kau Mencintaiku?

Malam ini tampak begitu indah. Bulan begitu cemerlang tidak tertutup oleh awan sehingga sinarnya mampu menyinari kegelapan malam. Begitu pula bintang. Jika saja orang tidak terlalu sibuk dengan urusan masing-masing, maka mereka semua pasti setuju bahwa jumlah bintang yang bersinar malam ini tampak menakjubkan dibanding malam-malam lainnya. Angin pun tidak terlalu buruk. Sepoi-sepoi. Memberi sedikit kesejukan di tengah musim panas seperti saat ini.

Di perumahan pungging masih terlihat sepi. Keadaannya tidak pernah berubah. Sejak dahulu selalu seperti itu. Pada pukul 10 malam kebanyakan orang sudah terlelap. Atau jika ada yang masih bangun, mereka lebih nyaman untuk beraktivitas di dalam rumah. Dari kejauhan tampak sesosok bayangan hitam di depan teras sebuah rumah. Ia seorang wanita dan umurnya tidak lebih dari 25 tahun. Terlihat jelas ia sering tersenyum sendirian saja.

Shinta tersenyum bukan tanpa alasan. Ia sedang teringat pada seseorang yang entah mengapa ia rindukan malam ini. Seorang teman. Namanya adalah bram.

Shinta ingat betul bagaimana ia bertemu dengan bram pertama kalinya. Itu ketika ia dan beberapa teman mahasiswanya mengadakan seminar di kampusnya. Bram adalah salah satu pembicara yang diundang. Dan shinta harus sering menghubunginya untuk memastikan semua kegiatan seminar berjalan seperti seharusnya. Sebenarnya tidak ada yang istimewa dengan hubungan mereka berdua. Tapi itu semua berubah sejak mereka bertemu di kafe depan kampus shinta. Shinta dan bram yang secara tidak sengaja bertemu pun akhirnya berbincang-bincang. Basa-basi. Tapi itu adalah awal dari segalanya.

Setelah beberapa pertemuan dan mengalami beberapa kecangungan, shinta mulai merasa sangat nyaman dengan bram. Mereka mulai menjalin hubungan pertemanan. Mencari kafe-kafe yang asyik dan ngobrol banyak hal, nonton film berdua, bahkan kadang-kadang bram menjadi lelaki yang terlalu perhatian menjenguknya dengan membawa bunga saat shinta sakit panas selama 3 hari. Hal itu sangat berarti bagi shinta. Setidaknya ia punya kenangan yang manis ketika bersama bram. Sesuatu yang jarang ia dapat dari teman-temannya.

Bukan itu saja. Bram juga tampak begitu mengesankan ketika shinta berulang tahun. Tiba-tiba saja bram menarik lengan shinta menuju mobil dan mengatakan kalau ia membutuhkan bantuan. Shinta hanya menurut saja. Sampai mereka tiba di toko emas pasar legi mojosari. Shinta sebenarnya masih bingung dengan maksud bram. Memang bantuan apa yang bisa ia lakukan untuk temannya tersebut? Dan ia menyukai kejutan bram. Tiba-ttiba saja bram berkata “aku tidak tahu kalung seperti apa yang kau sukai. Jadi pilihlah sendiri kalung yang kau inginkan sebagai hadiah ulang tahunmu hari ini”. Begitulah. Dan bram tampak begitu lucu ketika berkata waktu itu. Shinta masih ingat dengan senyuman khas yang dimiliki bram.

Entah sudah berapa lama shinta merenungkan semua pengalaman hidupnya ketika bersama dengan bram. Shinta tidak pernah tahu mengapa ia tiba-tiba teringat dengan semua perhatian yang ia dapat dari bram. “Apakah ini yang namanya cinta?” shinta masih bingung dengan perasaannya.

“Mungkinkah tanpa kusadari bram telah menanam benih-benih cinta dalam hatiku” shinta bertanya pada diri sendiri. Tapi ia sendiri tidak tahu jawaban dari pertanyaan tersebut. “Pasti akan menyenangkan seandainya bram menjadi kekasihku” shinta tersenyum dengan apa yang terlintas di pikirannya.

Malam ini shinta telah banyak memikirkannya. Ia sudah tidak tahan untuk terus menahan perasaannya. Sudah tidak jaman wanita menunggu seorang pria untuk mengatakan cinta. Apa salahnya jika aku yang mengungkapkan terlebih dahulu. Shinta sudah yakin dengan keputusannya. Ia mengirim sms kepada bram dan ingin bertemu di tempat biasa pukul 10 pagi besok. Ia menarik nafas dalam-dalam dan menghebuskannya. Kemudian ia beranjak dari tempat duduknya menuju kamarnya. Malam itu shinta tidak benar-benar memejamkan matanya. Ia sudah tak sabar untuk segera bertemu bram. Begitulah malam itu ia lewati dengan gelisah. Namun membawa harapan yang benar-benar indah.

*****

Bram sampai di kafe di depan kampus shinta. Ia memilih tempat duduk di pojok. Beberapa menit setelah ia duduk, pelayan pun menghampirinya. Bram memesan secangkir kopi dan mengatakan kalau ia sedang menunggu teman. Pelayan itu pun segera pergi. Sepertinya ia tidak bersemangat melayani pembeli yang hanya memesan secangkir kopi. Itu lebih berarti kecil kemungkinan ia mendapat tip dari tamu yang baru saja ia layani.

Jam tangan bram sudah menunjukkan pukul 10.15 wib. Bram ingin memastikan shinta tidak lupa dengan janjinya untuk menemuinya dengan menghubunginya. Baru saja ia mengeluarkan handphone, tiba-tiba ia melihat sosok yang begitu ia kenal dari kejauhan. Tampak seorang wanita mengenakan kaos sempit yang memperlihatkan semua lekuk tubuhnya berlari ke arahnya. Secara otomatis ia memasukan handphone yang ia pegang ke sakunya. Ia tidak perlu menghubungi shinta karena orang tersebut telah berada di depannya.

“Duh… maaf ya terlambat. Aku harus meyakinkan teman-teman kalau aku tidak bisa belanja dengan mereka hari ini” shinta langsung duduk di kursi kosong di depan bram.

“Dasar cewek. Memang apa asyiknya menghabiskan uang untuk berbelanja barang-barang yang tidak kalian butuhkan” bram menggoda shinta dengan tersenyum.

“Itu rahasia kami para cewek. Tidak seharusnya aku memberi tahu seorang cowok tentang rahasia berbelanja. Jadi… ya… itu rahasia donk” shinta pun melemparkan senyum pada bram. Senyum yang lain dari biasanya.

Bram menyadari ada sesuatu yang berbeda dari shinta. Senyumnya tampak tulus. Wajahnya pun penuh keriangan. Sepertinya shinta sedang gembira. Tapi karena apa? Bram tidak mau berprasangka. Ia bertanya kepada shinta “ mengapa kok senyam-senyum sendiri?.”

“Nggak ada apa-apa. Cuma hari ini pasti akan menjadi hari paling menyenangkan dalam hidupku” shinta menjawab dengan suara terhalusnya. Ia sudah bertekad akan menyatakan cintanya pada pria di depannya beberapa menit kemudian. Ia yakin pasti bram mau menjadi kekasih hatinya.

Bram manggut-manggut saja. Wanita selalu bisa tampak lebih misterius dari apa yang ia duga.

Pelayan menghampiri mereka berdua. Mengantarkan kopi pesanan bram. “Ada lagi yang mau dipesan mas” pelayan itu bertanya kepada bram. Bram menoleh ke shinta. Shinta segera menjawab mewakili bram “ Tidak usah mas. Nanti kalau perlu sesuatu saya pasti pesan sendiri”. Shinta acuh tak acuh dan pelayan itu pun segera meninggalkan mereka berdua.

“Ada apa shin? Kok kamu mau ketemuan hari ini” bram menyeruput kopi panasnya sedikit demi sedikit.

Dengan suara manja shinta pun berkata “bram…. lihat aku dong”. Ia ingin mendapat perhatian bram. Bram pun segera meletakkan kopinya dan menatap shinta.

“Aku sudah memikirkannya. Kita sudah banyak melewati waktu yang begitu menyenangkan berdua. Aku ingin hubungan kita lebih serius lagi. Aku ingin kau menjadi kekasihku. Bagaimana menurutmu bram?”

Bram seperti tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Tapi ini sungguh kejutan yang membuatnya terdiam beberapa saat. Ingin rasanya ia memeluk shinta dan mengatakan bahwa ia juga mencintai shinta. Tapi itu tidak pernah terjadi.

“Dengarkan aku baik-baik shin. Sebenarnya aku juga mencintaimu. Tapi aku tidak akan bisa membuatmu bahagia. Aku lebih senang jika kau memilih pria lain untukmu.” Bram menjawabnya dengan ragu-ragu.

“Mengapa seperti itu bram?selama ini kau mampu membuatku tersenyum. Aku bahagia ketika bersamamu. Setidaknya kita coba dulu.” Shinta sangat yakin dengan perkataannya kali ini.

Bram menarik nafas dalam-dalam. “Pulanglah dulu. Nanti sore aku akan ke rumahmu dan memberi jawaban. Aku ingin memikirkannya dulu. Tidak apa-apa kan?”.
Sepertinya bram ragu-ragu. Terlihat dari nada bicaranya yang rendah.

“Aku berjanji apapun jawabanmu nanti tidak akan mengubah pertemanan yang kita jalin. Tapi aku sangat berharap kita mencoba untuk saling memahami sebagai seorang kekasih”. Shinta tampak lebih tegar dan baginya, itu adalah ucapan yang bijaksana.

Shinta pergi meninggalkan bram seorang diri. Sementara itu bram memegangi kepalanya dengan kedua tangannya. Kebingungan.

*****

Shinta duduk di teras rumahnya. Ia tampak gelisah. Ia sedang menunggu kedatangan bram. Hatinya berdebar-debar. Ia malu mengakui bahwa sepertinya bram tidak mencintainya. “Mungkin bram hanya mencari kata-kata yang halus untuk menolak cintanya” pikirnya.

Tak berapa lama kemudian, sebuah mobil kijang warna hitam memasuki halamman rumah shinta. Mobilnya terlihat sangat bersih. Pemiliknya pasti merawat mobil itu dengan sangat baik sehingga mobil itu terlihat mengkilap seperti mobil baru. Bram keluar dari mobil. Matanya memandang shinta dari kejauhan. Ia berjalan lambat menuju teras rumah shinta. Disana terlihat shinta tersenyum. Ia tahu bahwa wanita di depannya sedang menunggu dirinya.

Bram pun duduk. Ia menatp shinta. Menghela nafas seolah ia terlalu banyak memiliki udara di paru-parunya. “ Aku ingin jujur padamu shin. Mau kau mendengarkan sedikit ceritaku dulu sebelum aku menjawab pertanyaanmu”.

Shinta mengangguk saja. Ia tidak mengatakan sesuatu. Bram kembali menatap shinta. “Sebenarnya aku pernah mencintai wanita lain selain dirimu. Tapi aku sangat yakin bahwa aku tidak akan bisa membuatnya bahagia. Itu mengapa aku ikut senang jika ia menemukan pria yang tepat. Begitu pula denganmu. Aku tidak akan bisa membahagiakanmu” bram berhenti sejenak.

“Apakah aku mencintaimu? Ya… aku sangat mencintaimu dengan segenap jiwa ragaku. Tapi seperti halnya pada wanita lain yang kucintai, aku akan senang jika kau menemukan orang lain selain diriku untuk menjadi pasanganmu.”

“memang mengapa kita tidak bisa menjadi sepasang kekasih? Bukankah kau juga mencintaiku sebagaimana aku mencintaimu?” shinta terlihat penasaran dengan jawaban bram.

“Aku punya rahasia besar yang tidak pernah diketahui siapapun. Sebenarnya aku……..” bram tampak ragu.

“Aku impoten” bram berkata dengan jelas.

“Sekarang terserah padamu. Jika kau bisa menerima kekuranganku, aku akan menjadi kekasih yang baik untukmu. Tapi jika kau tidak bisa menerima kekuranganku, aku maklum saja karena kebanyakan wanita tidak akan menerima kekurangan yang satu itu. Apapun jawabanmu, aku akan tetap menjadi temanmu seperti yang sudah-sudah”.

“itu saja. Aku pulang. Pikirkan dengan baik”. Bram segera melangkah pergi meninggalkan shinta yang masih kebingungan.  Menuju mobilnya, masuk, dan menyalakan mobilnya. Bram akhirnya benar-benar meninggalkan shinta.

Untuk pertama kalinya shinta benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Kekurangan bram yang seperti itu sangat diluar perkiraan shinta. Ia pun mulai ragu untuk bisa menerima bram apa adanya. Tiba-tiba saja shinta menangis. Ia merasa kasihan dengan bram. Dan tentu saja, ia tidak bisa berbuat apa-apa dengan bram. Apakah ia mencintai bram? Tentu saja. Tapi apakah ia bisa menerima kekurangan bram? Ia tidak tahu.

Ditulis dengan wordpress untuk android

24 tanggapan untuk “Apakah Kau Mencintaiku?

  1. Akhirnya nulis fiksi. Udah bagus sih, cuma banyak typo terutama penggunaan huruf kapital dan tanda baca hehe… Kalau alur sama diksi mah Terserah masing-masing penulis ya… Cuman kayaknya masih perlu banyak baca tulisan orang.

    Saya sendiri juga masih terus dan terus dan terus belajar… Masih mimpi punya buku dinterbitkan penerbit besar…

    Suka

      1. Mendingan belajar dari sekarang. Unduh aja KBBI di Google store. Daripada ntar pas mau diterbitin dibalikin penerbit cuma gegara EYD. Saya ngedit novel pertama saya sebelum masuk penerbit sekitar sebulanan. Ternyata pas udah lolos pun masih banyak salah ketik dan lagi2 karena EYD..

        Suka

  2. Saya sempat mengira Bram tidak suka dengan perempuan :haha. Eh ternyata oh ternyata… terus menulis ya! Banyak membaca juga, supaya makin kaya dengan alur dan konflik yang bagus, juga cara pengolahan yang matang. Kalau penulisan fiksi ini ditekuni, suatu saat nanti pasti bisa jadi penulis besar :amin. Semangat selalu Mas!

    Suka

Komentar ditutup.