Sebuah Warung


Berbulan-bulan yang lalu, ibu sempat mengatakan ingin membuka warung di depan rumah. Bahkan sudah mendatangkan pasir-pasir yang akan digunakan untuk membuat tanah sejajar dengan jalan kampung mengingat rumah kami menjorok ke dalam. Namun rencana tersebut tidak kunjung menjadi kenyataan dan hanya menjadi wacana.

Sampai adik perempuanku, yang telah berumah tangga, mengatakan ingin membuka warung kecil. Tak berapa lama kemudian, rencana tersebut langsung terlaksana.

Awalnya hanya menjual makanan ringan dan bermacam-macam es instan seperti Jas Jus, Pop Ice dsb, tapi lambat laun warung itu berkembang dengan pesat.

Sekarang sudah mulai menjual gorengan, nasi rawon dan lodeh, obat-obatan, lontong mie, kopi, dan berbagai keperluan rumah tangga lainnya.

Praktis tindakan tersebut membuat ruang tamu rumah kontrakan adikku dikorbankan. Ibu membelikan etalase untuk memajang barang dagangan. Sementara bagian depan digunakan untuk meracik pesanan pelanggan seperti mengoreng, membuat air panas, atau merebus mie instan.

Siapa Pelanggannya?

Di gang desa rumahku, tidak ada satu pun warung. Jadi, satu-satunya warung yang berdiri adalah milik adikku tersebut.

Pelanggannya adalah anak-anak. Awalnya seperti itu. Karena ada sejumlah tetangga yang datang, kemudian tidak mendapatkan produk yang mereka inginkan, ibu dan adikku berinisiatif untuk menjual produk-produk yang tidak ada. Sekarang warung itu juga menjual sabun mandi, pasta gigi, hingga pembalut. Dan ibu-ibu rumah tangga mulai menjadi pembeli di warung tersebut.

Lalu juga melayani bapak-bapak di malam hari karena menjual kopi, rokok, dan mie instan. Bahkan di masa depan, seandainya punya dana lebih, tidak menutup kemungkinan untuk memasang wifi di warung tersebut.

Yang membuat semuanya berjalan lancar, juga merupakan sebuah kebetulan, di gang tersebut ada kos-kosan. Juga setiap malam ada anak-anak yang mengaji di mushola samping warung sehingga jumlah pelanggan semakin banyak.

Seperti kataku di postingan yang lalu, untuk memulai bisnis tidak harus bingung, cukup pikirkan orang-orang di sekitar kita dan pikirkan apa yang mereka butuhkan, maka dengan sendirinya bisnis akan berjalan dengan baik.

Pola Jajan Adik-Adikku

Karena satu orang sedang kuliah di malang, maka jumlah adikku di rumah masih ada 3 orang. Menjadi 4 jika ditambah Nurul, yang membuka warung. Mereka sekarang tidak jajan di tempat lain, melainkan di warung yang kubicarakan di atas.

Dulu, sebelum warung dibuka, biasanya mereka selalu jajan di malam hari dan benar-benar merepotkan karena hampir pasti minta diantarkan untuk membeli makanan atau minuman.

Dengan adanya warung milik saudara mereka sendiri, praktis mereka membelanjakan uangnya di warung tersebut. Bahkan aku yakin mereka sudah jarang jajan di sekolah.

Ketika aku mengajak mereka jajan di tempat lain, maka mereka akan menolaknya. Katanya lebih baik jajan di tempat Nurul. Dan sebenarnya kami benar-benar bisa saling menolong sebagai sesama saudara.

Tempat Mencari Inspirasi

Ritual sebelum menulisku adalah minum kopi. Agar mood menjadi lebih baik sebelum berhadapan dengan halaman-halaman kosong.

Di warung tersebutlah aku biasa menghabiskan satu atau dua jam minum kopi setiap malam. Sambil menikmati kopi, pikiranku berkelanan mencari topik atau menyusun isi dari setiap postingan yang akan kutulis.

Aku mulai membiasakan diri melakukannya. Sepulang dari pasar, aku akan mampir di warung tersebut dan mencari inspirasi menulis. Sejauh ini semua berjalan lancar dan tidak ada halangan apapun ketika aku mengapliskasikannya.

Walaupun terkadang warung terlalu ramai dan ada banyak orang yang berbincang-bincang, entah bagaimana konsentrasiku tidak terganggu sama sekali ketika berpikir tentang materi tulisanku di keramaian tersebut.

Mungkin aku sudah terlalu lama tidak berbicara dengan orang lain sehingga tidak merasa terganggu sama sekali. Atau mungkin aku terlalu asyik di duniaku sendiri. Terbukti, pernah sekali ada yang mengajakku ngobrol dan aku kebingungan harus berkata apa. Sepertinya skill bersosialisasiku sudah sangat payah ha ha ha…..

Wacana Ke Depan

Pernah suatu ketika ibuku mengusulkan, jika nanti sudah memasang wifi, maka warung akan buka sampai tengah malam. Dan aku disuruh untuk membantu sebagai penjaga warung di malam hari.

Sebenarnya sih bukan masalah besar bagiku. Aku bisa menjaga warung sambil menulis seperti biasanya. Hanya saja aku bukan tipe penjaga warung yang banyak bicara dan suka bercanda seperti penjaga warung pada umumnya. Dan itu sedikit membuatku pesimis tentang menjadi penjaga warung.

Karena pada umumnya, di daerah-daerah pedesaan, penjaga warung biasanya orang yang asyik untuk diajak ngobrol. Sementara aku tidak memiliki sifat yang demikian.

Meskipun nanti pada akhirnya aku benar-benar menjadi penjaga warung, aku tetap tidak mau berusaha terlihat ramah atau mulai banyak bicara. Semoga saja pembeli-pembeli tidak kabur hanya karena penjaga warungnya bertipe pendiam dan bukan tipe humoris.

31 tanggapan untuk “Sebuah Warung

  1. Wah selamat yah mas buat perkembangan warung adiknya.Semoga terealisasi juga pasang Wi-Fi nya.

    Saya juga hampir punya kepribadian yang sedkit sma mas,kadang terlalu cuek dan sibuk dengan dunia saya sendiri.Tetapi sekarang saya diberi kepercayaan untuk menjaga toko dan tempat futsal dimana sifat ramah menjadi keharusan.Mau tak mau saya harus belajar jadi orang yang lebih terbuka.Jadi saya anggap ini sebagai tantangan biar saya jadi orang yang lebih baik.Meski kadang juga rindu saat-saat menyendiri.Tapi sejauh ini saya merasa nyaman sih mas,ternyata orang-orang tak seburuk seperti yang saya kira.Disini temen2 lama jadi dekat kembali,setelah sebelumnya saya lebih memutuskan mengurung diri dan tak bersosialisasi.

    Coba saja mas.pasti bisa..

    Disukai oleh 1 orang

    1. Wkwkw…. klo sampai saya jadi orang terbuka dan jadi ramah tamah, itu pasti sesuatu yg lucu. Soalnya bukan karakter saya. Paling biasanya bicara seperlunya saja, setelah itu kembali berdiam diri. πŸ˜€

      Suka

    1. He he he…. klo nulis bisa mikir seharian plus diedit-edit. Klo berpikir sebelum bicara sering disangka telmi. Makanya saya gak terlalu suka bicara tanpa berpikir.

      Suka

  2. Itu warung ada TV-nya kalau dijadikan tempat nonton bareng pertandingan sepak bola pasti tambah rame tuh. Apalagi kalau sudah ada wifi-nya.

    Saya juga kalau di keramaian lebih suka diam, lebih seneng dengerin orang-orang ngomong sambil judging dalam hati. πŸ˜€

    Disukai oleh 1 orang

    1. Di dekat tempat saya udah banyak mas firman yg ngadain nonton bareng. Di jalan utama di samping gang. Pake layar besar. Jadi kayaknya gak bisa terealisasi idenya.

      Klo judging sih juarang. Saya udah belajar gak berprasangka. Tapi memang lebih senang mendengarkan daripada bicara.

      Disukai oleh 1 orang

    1. Iya kebetulan sekali. Dulu sebenarnya ada dua warung di gang. Yg satu pindah ke jalan raya buat dagang es. Satunya lagi udah tutup karena dijual dan dibangun rumah. Jadi sekarang warung satu-satunya tinggal milik adik saya πŸ˜€

      Suka

  3. Ini keren, entah kebetulan semalam aku disoani teman yang bingung sebab Ibunya sudah menyewa kios dekat rumahnya namun tidak jadi terealisasi, mulanya mau buka butik.

    Maka terjadilah obrolan membuka warung makan. Yang akan dia sendiri mengarapnya, sebab Ibunya ada kesibukan lain.

    Seprtinya dia perlu membaca ini agar tidak sekadar wacana.

    Suka

    1. Klo mau buka usaha memang gak perlu banyak berpikir mas. Buktinya ibu saya dari dulu pingin buka warung gak jalan-jalan.

      Eh adik saya yg awalnya cuma bikin warung sederhana justru semakin mudah berkembang.

      Intinya buka aja dulu. Nanti baru berpikir gimana enaknya biar dapat lebih banyak pelanggan. Berpikir sambil jalan.

      Disukai oleh 1 orang

    1. Saya beneran nggak bisa melucu arika ha ha ha…. plus malu dengan karakter semacam itu. Membayangkan saja ogah he he he….. πŸ˜€

      Suka

  4. Di depan rumah aku jg ada warung, pelanggannya emang kebanyakan anak kecil. Ada enak ga enaknya sbenernya tinggal dket warung. Enaknya klo mo jajan dket, tapi rumah aku jd sering banyak sampah krn anak2 klo jajan buang sampah dimana2. Semoga warung adiknya bang Shiqa ga gitu biar ga diprotes tetangga hihihi..

    Suka

    1. Wah makasih mbak atas masukannya. Kayaknya sampai sejauh ini jarang ada sampah berserakan karena banyak tempat sampah yg tersedia di sekitar warung.

      Tapi nanti klo terlihat banyak yg buang sampah sembarangan, mungkin perlu mengedukasi anak-anak biar buang sampah pada tempatnya. πŸ˜€

      Suka

  5. Maaf, msh gagal paham, rumah kontrakan Nurul dan rumah Shiq4 (ortu shiq4) satu gang gitu ya, dan dekatan? Tadinya sy sempat berpikir klau warungnya di depan rumah Anda, krn ibu sdah menyiapkan pasir tsb. Ternyata di dpn rumah kontrakan adik mas Shiq4 itu.

    Semoga Warungnya laris manis mas..trus dipasang wi-fi..Nah, urusan mnjganya klau khawatir dgn teknik mas Shiq4 itu, ya ttp serahin aja sama Nurul. Tp nurutku sih, secara prinsip sama aja, krn mas Shiq4 juga jaga lapak buah di pasar, hee…

    Bakal makin rame tu warung, aplgi klau ada wi-fi

    Suka

    1. Iya kontrakan adik saya dekat rumah. Masih satu gang. Punya tetangga dulu, kemudian meninggal dan rumahnya diwariskan ke anaknya. Karena udah nggak kepake, akhirnya dikontrakan dan adik saya yg menempati.

      Pasirnya nggak tahu buat apa mas desfortin. Tapi lumayan buat tempat main dan buang kotoran kucing-kucing he he he….

      Klo jaga lapak mudah. Tinggal layani dan pembeli pergi tanpa banyak bicara. Tapi klo sudah warung, biasanya penjaga warung harus bisa ngobrol2 supaya pelanggannya betah.

      Iya… klo ada wifi saya mau usul tempat duduknya ditambah. Cuma masih mikir2 apa jadi masang atau tidak. πŸ˜€

      Disukai oleh 1 orang

  6. bisa jadi ini saatnya untuk mulai beramah tamah sama orang lain, karena ada sedikit tuntutan untuk semakin membuat betah pelanggan. sekarang mungkin masih enak karena belum ada pesaing warung lain yang sejenis, tapi besok2 siapa yang tau. semoga makin jaya warungnya mas

    Suka

    1. He he he… iya sekarang masih enak. Cuma yg ngehandle ibu dan adik saya bisa kok beramah tamah sama pelanggan. Cuma klo saya jadi bantuan jaga di jam malam, kayaknya sulit buat beramah tamah sama pelanggan. Kecuali klo topik pembicaraannya menyenangkan dan saya punya pengetahuan akal hal tersebut πŸ˜€

      Suka

Komentar ditutup.