Review Buku Natasha : Mengungkap Perdagangan Seks Dunia by Victor Malarek

Review buku natasha- mengungkap perdagangan seks dunia

Aha… buku ini judulnya agak menakutkan. Tapi sepertinya menarik untuk menambah wawasan. Lagipula selama dua hari setelah selesai membaca Wither yang mengecewakan, mood membaca saya langsung hilang. Untunglah sekarang saya punya mood yang bagus.

Sebenarnya daftar bacaan masih sangat banyak. Tapi tidak ada yang menarik perhatian saya. Jadi, pada akhirnya saya membaca buku karya Victor Malarek saja.

Ini pengetahuan baru bagi saya. Agak merinding sih…. tapi saya harus menyingsingkan lengan dan tetap maju. Berikut adalah review buku Natasha :

Judul : Natasha – Mengungkap Perdagangan Seks Dunia

Penulis : Victor Malarek

Penerjemah : Zia Anshor

Penerbit : Serambi

Halaman : 279 Halaman (Versi Ebook)

Catatan: Bagi yang ingin mendapatkan ebook Natasha bisa komentar di bawah beserta alamat emailnya. Pasti akan segera saya kirimkan.

Isi Buku Natasha – Mengungkap Perdagangan Seks Dunia

Marika. Gadis Ukraina. Kondisinya terdesak ketika seseorang menawarkan pekerjaan sebagai pelayan di Tel Aviv. Marika sudah mendengar tentang gadis-gadis yang dipaksa melacurkan diri, tapi ia tidak bisa menolak kesempatan itu.

Setelah dua hari bepergian, harapan mulai hilang dari kepala Marika. Ketika ia mengatakan ingin pulang, seorang lelaki Rusia menepelengnya hingga bibirnya berdarah. Marika Menangis.

Marika dibawa menyusuri padang pasir dan merasa dihukum Tuhan atas dosa-dosanya. Dan benar saja, Marika dijual seharga $10.000. Dan untuk pertama kalinya Marika benar-benar tahu rasanya jadi pelacur. Ia melayani 8 pria dalam semalam. Dan tak bisa kabur.

Dan semua pelacur dipanggil Natasha. Begitu pula Marika.

Marika hanya salah satu korban. Di banyak tempat, trafiking perempuan marak terjadi. Uang yang berputar mencapai 12 Miliar Dollar per tahun. Bisa Anda bayangkan bagaimana para perempuan menjadi korban bencana yang dibuat oleh manusia sendiri.

Korbannya adalah gadis-gadis putus asa. Mereka dijanjikan pekerjaan yang terlihat cukup baik dengan gaji besar. Pada akhirnya, mereka hanya berakhir sebagai pelacur. Jika mereka menolak atau melawan, maka akan dihukum berat. Bahkan dibunuh.

Korban lain juga kadang-kadang diculik begitu saja dari jalan. Juga melibatkan anak yatim di banyak negara konflik. Trafiking benar-benar ada dan tidak ada yang tahu bagaimana para gadis muda itu menjalani hari.

Mereka tertular penyakit kelamin, HIV, dan mengalami kekerasan fisik. Mental mereka hancur. Dan ketika mereka sudah begitu sakit dan tidak berguna, mereka dibuang begitu saja.

Banyak juga yang hamil. Tapi mereka tetap harus berhubungan seks. Ada saja yang membayar mahal untuk seks dengan wanita hamil. Dan ada sebuah kota, Teplice, dataran tinggi Bohemia, di mana para korban trafiking melahirkan. Anak-Anak mereka tidak sehat. Bahkan ada yang sudah kecanduan narkoba sejak masih bayi. Di dekat situ, sekitar 70 bayi dipamerkan, siap untuk diadobsi.

Ada juga tempat pengojlokkan. Tempat di mana ratusan perempuan yang ketakutan dikurung untuk dilatih sebelum di jual. Yang paling menonjol di Beograd, Serbia.

Di tempat itu para perempuan disuruh telanjang sepanjang hari dan “dicoba” oleh beberapa calon pembeli untuk mengetahui kemampuan seksnya. Mereka diperlakukan dengan kejam, bahkan sangat kejam apabila melawan. Terutama perempuan yang berwajah jelek.

Beberapa perempuan yang tidak kuat akhirnya bunuh diri. Juga ada beberapa contoh yang dibunuh dengan berbagai cara mengerikan sebagai contoh bila melawan. Trafiking perempuan lebih kejam dari apa yang pernah dibayangkan oleh orang. Itulah mengapa para perempuan yang tidak mati menjadi penurut dengan mucikarinya.

“Kamu bisa membeli perempuan seharga $ 10.000 dan uangmu akan kembali dalam seminggu kalau dia muda dan cantik. Sesudahnya tinggal meraup untung” Tarzan – Tokoh Mafia

Keuntungannya benar-benar kelewatan. Seorang perempuan yang tereksploitasi bisa mendatangkan $ 75.000 – $ 250.000 per tahun. Karena itulah hingga di zaman modern seperti ini perdagangan manusia dikendalikan mafia yang disokong dana tidak terbatas.

”Salah satu pasar paling terglobalisasi di dunia sekarang…..nyaris tak ada negara yang bebas darinya.” kata Pino Arlacchi Kepala Kantor PBB untuk Pengendalian Obat-Obatan dan Pencegahan Kejahatan.

Besarnya potensi keuntungan membuat semua orang brengsek memasuki bisnis ini. Bahkan penjahat kelas teri sekalipun. Mereka menipu gadis-gadis polos untuk bekerja sebagai pelacur. Melibatkan banyak mafia dan sulit dilacak.

Perekrutan besar-besaran perempuan secara global bukan tanpa alasan, melainkan karena permintaan global akan seks yang diperdagangkan meningkat. Bagaimana pun juga, para lelaki hidung belang merupakan mata rantai penting.

Hal ini diperparah dengan pandangan sebagian besar manusia yang terlihat seperti malaikat. Mereka beralibi bahwa ada lelaki yang terlalu tidak percaya diri dan tidak bisa mendapatkan wanita. Masalah wajah, umur, atau pekerjaan, atau apapun. Dan mucikari ini berdalih memberi pertolongan bagi mereka. Bahkan bagi mereka, prostitusi menyelamatkan orang dari tindak pemerkosaan. Lelaki butuh wanita. Itu sudah kodratnya.

Di zaman sekarang keadaan diperparah dengan internet. Hanya bermodal klik saja, maka jual beli manusia sudah dapat dilakukan. Contohnya Diana, Perawan Ukraina yang dilelang dan terjual seharga $ 3.000 pada 28 maret 2002 untuk 24 jam. Tidak ada yang peduli apakah Diana merupakan korban trafiking atau bukan.

Jarang sekali yang perempuan korban trafiking yang selamat. Beberapa cukup beruntung jika diselamatkan polisi dan dipulangkan ke negara asalnya. Atau kabur jika punya “Kesempatan emas”. Namun sebagian besar akan terus melayani pria hidung belang sampai mereka “rusak”.

Yang paling gila tentu kenyataan bahwa begitu mudah mendapatkan gadis-gadis baru. Jika sedang sial dan digrebek polisi, maka pemilik bisnis seks tinggal mengangkat telepon dan segera mendapatkan pengganti. Tidak butuh waktu lama dan bisnis dapat tetap berjalan. Perempuan seperti komoditi yang sangat mudah didapatkan.

Kisah paling serius tentu cerita Don Cesare, Pastor Katolik di Italia. Bagaimana ia menyelamatkan gadis-gadis korban trafiking dari jalanan. Hal ini memicu konflik dengan geng Albania di Italia. Tapi Don Cesare tidak gentar sedikit pun dan terus melakukan upaya penyelamatan. Bahkan setelah berkali-kali hampir kehilangan nyawa. Berdasarkan perhitungannya sendiri, Don Cesare telah menyelamatkan lebih dari 1000 perempuan dari gengster Albania dalam 10 tahun terakhir.

Yang lebih memprihatinkan lagi, bagi para perempuan yang terjaring razia polisi, para aparat tidak memperlakukan perempuan korban trafiking sebagai korban, melainkan imigran gelap. Perempuan itu dipenjara, di dakwah atas pelanggaran aturan imigrasi atau ketenagakerjaan, dan dideportasi secepat mungkin.

Sudah banyak kelalaian pemerintah di banyak negara. Para korban tidak mendapatkan simpati, melainkan cemoohan karena bekerja di pinggir jalan.

Di Swedia, yang pemerintahannya telah melangsungkan serangan gencar terhadap pelaku trafiking, polisi di paling utara, Norbotten, dicemooh habis-habisan oleh Komando pusat Swedia pada Februari 2003 karena malas menyelidiki perdagangan manusia karena seks. Polisi Norbotten punya informasi mengenai impor perempuan-perempuan Rusia untuk dipekerjakan sebagai pelacur berikut nama-nama pelakunya. Namun, hanya dilakukan sekali penyelidikan saja.

Dan hal itulah yang terjadi di seantero dunia. Jika para birokrat senior dan politikus tidak menganggap serius trafiking perempuan, maka sikap tersebut akan menular ke tiap tingkat sistem hukum dan ruang sidang sampai polisi yang bertugas.

Helmuth Suessenbacher didakwa melakukan trafiking terhadap 50 perempuan yang dijadikan pelacur di daerah setempat, hanya didakwa 2,5 tahun saja. Tidak ada yang peduli. Setelah naik banding, hukumannya menjadi hanya 2 tahun saja (Austria).

Hal serupa terjadi juga di Israel, Kejaksaan Agung Israel mengeluarkan juklak yang menyuruh polisi untuk tidak mengusik rumah bordil, kecuali kalau ada perempuan yang mengadu bahwa dia disekap di dalam bordil tanpa persetujuannya. Nomi Levenkorn, seorang pengacara hak asasi manusia yang vocal menyatakan bahwa juklak tersebut “Sangat mengabaikan kenyataan yang diketahui semua pihak : bahwa sebagian besar perempuan yang bekerja di bordil memang disekap di sana tanpa mereka kehendaki, dan mereka tak mungkin mengajukan pengaduan ke kantor polisi.”

Di TV BCC Assignment pada 17 Agustus 2002, Simon Humprey dan Scotland Yard, Kepala satuan polisi London, menyatakan bahwa trafiking belum menjadi prioritas karena korban-korbanya bukan warga negara Britania.

Faktor terbesar terjadinya ketidakacuhan adalah korupsi. Trafiking tidak akan tumbuh subur tanpa korupsi. Uang dan seks bebas adalah pendorongnya. Selama ada pejabat pemerintah dan polisi korupsi, perdagangan perempuan akan terus berjalan.

Gary Hougen, Ketua International Justice Mission, organisasi hak asasi manusia berlatar belakang Kristen di Washington DC, “Bagi para pelaku trafiking, mucikari, dan pemilik bordil, ketetapan-ketetapan, perjanjian-perjanjian, dan protokol masyarakat internasional tak berlaku – Kecuali yang mempengaruhi tindakan petugas polisi di jalan. Pemilik Bordil akan terus menjalankan usahanya kalau belum bermasalah serius dengan aparat. Uang yang didapat terlalu banyak.”

Martina Vandenberg, seorang peneliti ahli yang menyelidiki trafiking di titik penting seperti Bosnia, Israel, dan Yunani, berpendapat serupa : “Pelanggaran hak asasi manusia berupa trafiking manusia tak dapat bertahan hidup tanpa keterlibatan para pejabat pemerintah yang acuh dan korup.”

Olengka, gadis Ukraina menceritakan enam bulan menjadi budak seks di Bosnia, “Saya melayani 8 sampai 15 laki-laki semalam. Saya tak mau tidur dengan satu pun dari mereka. Tapi kalau tidak menuruti perintah, si pemilik bilang saya akan dipukuli sampai mati. Dia kejam dan jahat. Kamu enggak akan mau membuat dia marah.”

Dia tidak ingat nama-nama pelanggannya, namun ia tahu mereka memakai seragam dan lambang-lambang dari negara Amerika, Kanada, Inggris, Rusia, Prancis. Banyak diantara mereka yang tentara. Sisanya adalah pekerja sosial.

Pada 24 April 2002 David Lamb duduk di hadapan para anggota Komisi Hubungan International Konggres Amerika. Dengan nada terkendali ia mulai kesaksiannya, menceritakan apa yang ia dapati sebagai penyelidik hak asasi manusia di Bosnia.

“Keterlibatan anggota-anggota pasukan penjaga perdamaian dalam perdagangan budak seks di Bosnia merupakan masalah serius dan tersebar luas. Tepatnya, perdagangan seks di Bosnia justru ada karena adanya pasukan penjaga perdamaian. Kiranya hanya ada sedikit atau malah tak ada pelacuran paksa di Bosnia.”

Di Bosnia, katanya, trafiking dan prostitusi paksa tan terpisah dengan bisnis prostitusi sah.; semua sama saja. Akibatnya, “Siapapun yang mendukung prostitusi di Bosnia berarti mendukung perbudakan seks. Fakta tersebut tak diakui atau diabaikan oleh banyak tentara penjaga perdamaian PBB yang terlibat prostitusi di Bosnia. Yang lainnya terlibat langsung dalam perdagangan budak seks, bermitra dengan kejahatan terorganisasi.”

Setelah itu Amerika menerbitkan laporan trafiking di seluruh dunia pada 2003 (undang-undang trafiking). Dengan kata lain, negara-negara yang dianggap tidak mampu menangani trafiking manusia mesti bersiap-siap. Mereka akan ditindak tegas, utamanya penghentian bantuan selain bantuan kemanusiaan atau yang terkait perdagangan. Juga bantuan dari lembanga-lembaga keuangan dunia, termasuk IMF dan bank dunia.

Dalam dalam perkembangannya hasilnya tidak sesuai yang diharapkan banyak pihak. “Lulusnya negara-negara dengan prestasi terburuk dan karenanya negara-negara tersebut tak diberi intensif sama sekali untuk berubah.”

LaShawn Jefferson dari Human Right Watch setuju, “Sungguh memalukan jika orang membaca laporan itu dan tetap tidak tahu kenyataannya. Supaya laporan tersebut dapat menjadi relevan, rincian amatlah penting. Hanya sedikit yang bisa dievaluasi dalam laporan itu.”

Tanpa kriteria tersebut, tuduh Haugen, laporan itu “Sangat tidak membantu kami bekerja sama dengan pemerintah negara-negara untuk membasmi trafiking seks. Laporan tersebut mengecilkan pentingnya pemberian hukuman kepada para pelaku kejahatan tersebut karena tidak menyajikan data objektif bagi negara-negara pelanggar terparah.” Akibat pengabaikan terang-terangan itu, “Negara-Negara lain tidak akan percaya kalau Amerika Serikat serius dalam menyajikan laporannya, atau dalam menangani trafiking.”

“Inilah kami, pasukan penjaga keamanan PBB yang mencoba menegakkan hukum dan keteraturan, dan anggota kami ada di luar sana mendapat seks gratis dari gadis-gadis yang dipaksa menjadi budak seks.” John Randolph, polisi PBB anggota Traffiking in Prostitution Investigation Unit di Kosovo

Di Korea Selatan pun sama saja. Ketika perempuan-perempuan asing memasuki Korea Selatan dengan visa pekerja hiburan, pejabat-pejabat pemerintah tahu benar mereka akan berbuat apa dan akan kemana. Kasarnya, mereka Cuma diistilahkan sebagai R dan R (Rest and Rehabilitation)., aktivitas yang sudah ada sejak Amerika ada di negara tersebut pada 1950.

Dulu, bar-bar penuh dengan wanita Korea yang melarat dan putus asa. Tetapi, seiring berjalannya waktu dan membaiknya ekonomi, warga setempat lebih memilih bekerja di pabrik. Bar- Bar mulai kosong. Dan kemudian harus diisi dengan cara apapun. Jadi, pemilik klub bersatu di bawah Asosiasi Turisme Istimewa Korea dan pada akhir 90 an mulai melobi pemerintah agar memperkenankan perempuan asing bekerja sebagai hostes di Korea Selatan. Hasilnya dibuatlah visa E6 dan dimulailah perburuan “bakat-bakat asing”.

Urusannya gampang, tinggal angkat telepon dan hubungi orang punya koneksi dengan organisasi kejahatan. Langsung saja sasarannya ditentukan : gadis Rusia dan Filipina.

Kesimpulan

Selama dasawarsa terakhir trafiking seks telah meningkat begitu pesat di seluruh dunia. Jangkauannya terlalu luas sampai-sampai mustahil menghentikannya. Para pejabat pemerintah berpidato dengan berapi-api dan bersumpah akan memberantasnya. Tapi trafiking tetap ada dan semakin parah.Upaya menghentikan trafiking sejauh ini masih tidak efektif dan semakin banyak korban berjatuhan.

Trafiking bukanlah hal baru. Perempuan diculik, dijual,dan diperkosa. Padahal sudah sejak tahun 1939 parlemen Eropa mengajukan resolusi untuk memberantas praktik tersebut.Pada tahun 1995 di Beijing, 139 negara bersuara bulat mendukung “Dasar untuk Bertindak” yang memohon kepada pemerintah-pemerintah di seluruh dunia untuk memberantas jaringan kriminal perdagangan perempuan.

Jika tidak ada kehendak politik dari pemegang kekuasaan tertinggi, maka semua konferensi, hukum baru, program pelatihan, dan protokol international yang ruwet tidak akan memberi pengaruh apa-apa.

Kelebihan Buku Natasha : Mengungkap Perdagangan Seks Dunia

Kelebihan pertama tentu terletak pada latar belakang penulis yang pernah bekerja sebagai wartawan. Tentu ia tahu betul bagaimana memproses suatu kejadian dan memvalidasi setiap informasi yang masuk. Itu membuat buku Natasha layak sebagai bacaan kaum intelek.

Kedua, tentu tentang pengalaman langsung di lapangan. Banyak sekali kejadian di mana Victor Malarek mengunjungi bordil-bordil di Eropa, mewawancarai korban trafiking, hingga ikut terlibat dengan berbagai pengrebekan bersama satuan polisi. Buku ini benar-benar hidup seolah benar-benar mengatakan segala detail yang terjadi berkaitan dengan trafiking perempuan di seluruh dunia.

Dan terakhir, tentu mengenai pandangan-pandangan dan pemikiran oleh orang-orang yang terlibat langsung dalam upaya memberantas trafiking perempuan di berbagai dunia. Baik itu anggota LSM, Polisi, Pejabat, maupun orang-orang yang berpengalaman di bidang masing-masing. Selain itu, juga disertakan data-data mengenai perkembangan isu trafiking yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir.

Kekurangan Buku Natasha : Mengungkap Perdagangan Seks di Dunia

Satu-Satunya kekurangannya mungkin karena pembahasan hanya berkutat pada negara-negara besar seperti Italia, Amerika, Korea Selatan, Inggris, dan Rusia (apalagi sebagian besar yang dibahas hanya kasus-kasus di Eropa dan Amerika). Sebenarnya ada rasa ingin tahu mengenai trafiking perempuan di daerah Asia seperti Jepang, Thailand, Filipina, atau Indonesia.

Namun memang tidak ada bahasan mengenai negara-negara Asia maupun contoh-contoh kasus nyata. Hanya disinggung sesekali saja dan itu kurang memuaskan rasa ingin tahu saya.

Nilai

Saya memberi nilai 82 untuk buku Natasha. Sepertinya buku ini sangat cocok di baca calon-calon pejabat agar membuka mata terhadap trafiking manusia, khususnya perempuan yang semakin marak dan bernilai tinggi, hanya kalah dari perdagangan senjata ilegal dan obat-obatan.

18 tanggapan untuk “Review Buku Natasha : Mengungkap Perdagangan Seks Dunia by Victor Malarek

  1. Duh…..mengerikan sekali ya? Saya pernah mendengar hal-hal seperti itu tetapi tidak mengira kalau ternyata sebegitu mengenaskan nasib para wanita korban traficking. Menjadi pelajaran untuk para wanita hendaknya ekstra hati-hati terhadap penawaran bekerja apalagi yang menjanjikan penghasilan besar ke luar kota/negeri, bila tidak memiliki keahlian kusus.
    Btw, saya juga jadi penasaran bagaimana dengan traficking wanita di Asia dan utamanya Indonesia. Tokoh yang bergerak membelaTraficking di Indonesia kalau tidak salah Dewi Hughes ya? tetapi saya belum pernah mendengar atau membaca kisah-kisah para korban di Indonesia. Mudah-mudahan tidak sengeri kisah di atas ya. Aamiin..

    Suka

    1. Di Indonesia juga sering kejadian mbak nur, biasanya dijanjikan pekerjaan di kota2 besar. Cuma skalanya masih nasional saja. Targetnya ya gadis2 di pedesaan gitu. Saya sering menonton kasusnya di berita. Cuma ya gak sesadis di belahan dunia lain yg terorganisir dalam skala besar.

      Disukai oleh 2 orang

  2. Baca ini jadi inget sama salah satu korban traficking dari Indonesia yang diiming-imingi untuk bekerja dengan gaji yang besar di Amerika. Didi lupa namanya siapa hanya sempat baca beberapa waktu lalu posting beliau tersebar di Internet. Ketika sudah sampai di Amerika beliau baru merasa ada kejanggalan.

    Jadi inget waktu trip ke belanda mampir ke red light district. Entah bagaimana ceritanya mereka bisa sampai disana.

    Suka

    1. Wah saya nggak tahu beritanya mbak didi. Tapi memang rata2 korban trafiking adalah mereka yg sedang kesusahan dan tiba2 mendapat tawaran menggiufkan. Semoga nggak ada kasus yg seperti itu menimpa warga indonesia lainnya.

      Disukai oleh 1 orang

  3. Sy punya buku ini sejak awal kuliah, sktr tahun 2011 dan sampai sekarang belum berani untuk menuntaskan membaca. Belum juga setengahnya saya sudah ngeri dengan cerita-cerita di dalamnya. Trafficking especially human/woman trafficking is really bad. Kasian banget banget banget.

    Suka

    1. Iya kasihan perempuannya. Tapi memang semua pihak banyak yg tidak tahu kalau mereka ikut menyokong adanya trafiking. Seperti petugas korup hingga hidung belang yg malah membuat trafiking semakin menjamur.

      Suka

  4. Btw, ini buku brdasarkan kjian ril ya mas. Mmbyangkannya ckup prihatin dg nasib pra wanita yg diprdgangkan sprti itu mas.

    Oya, review Anda kli ini panjang bnget ya, tapi ckup tliti kyaknya Anda mngulasnya, saya cuma ngebyangkannya aja brpa lma waktu yg Anda perlukan buat ngetiknya shingga lmyan detil bgtu.

    Suka

      1. O gitu ya, mestinya ada skretaris bgus juga tu mas. Kdang sya berpikir bgtu, ada sekretaris pribadi saat saya mau menuangkan ide, krna ada klanya saya malas nulis aplgi klo ulasannya panjang

        Disukai oleh 1 orang

        1. Enak nulis sendiri mas desfortin. Biar nanti dibaca sendiri di waktu luang ngerti maksudnya. Ya sama seperti mencatat pelajaran waktu sekolah, gimana2 asyik membaca catatan sendiri.

          Disukai oleh 1 orang

Komentar ditutup.