Hari ke-22 : Ketakutan Terbesar dalam Hidup Saya

Kehidupan penderita skizofreniaSumber gambar : intisari-online.com

Saya menderita skizofrenia sejak 2011. Artinya sudah 6 tahun saya berjuang melawan penyakit ini. Setelah membaca beberapa referensi tentang skizofrenia, mayoritas penderitanya harus terus minum obat sepanjang hidupnya. Namun ada juga penderita minoritas yang berhasil pulih seperti sedia kala.

Awalnya saya merasa akan mampu melaluinya. Namun setelah berusaha begitu keras, akhirnya saya merasa menyerah dan terus bersedih. Pilihan yang ada hanya terus mengkonsumsi obat agar bisa beraktivitas seperti orang normal. Dan butuh waktu lama untuk menerima kehidupan semacam itu.

Gejala yang paling menganggu adalah efek samping obat. Karena mengalami gangguan tidur,  saya diharuskan meminum obat penenang agar bisa tidur. Masalahnya obatnya terlalu keras sehingga saya bisa tertidur antara 10-12 jam.

Orang tua saya cukup pengertian. Saya hanya bekerja pada pukul 12 siang sampai pukul 6 sore. Hanya 6 jam sehari. Itu memungkinkan saya tidur pada pukul 12 malam dan bangun antara pukul 10-12 siang. Dan mereka terus mengatakan semua akan baik-baik saja. Tapi saya tidak cukup yakin.

Karena merasa terlalu banyak tidur, akhirnya saya mencoba metode lain tanpa rekomendasi dokter, minum obat setiap dua hari sekali. Artinya saya hanya tidur setiap 2 hari sekali. Dan itu merupakan rencana paling hebat yang berhasil selama saya menderita skizofrenia. Saya melakukannya beberapa bulan terakhir dan mulai terbiasa melakukannya.

Sampai pada jadwal periksa rutin beberapa minggu yang lalu, akhirnya dokter tidak lagi memberi saya obat. Kecuali sebutir obat yang harus diminum setiap hari. Obatnya jauh berkurang dari sebelumnya dan itu sangat baik bagi mental saya.

Gangguan tidur saya pun mulai hilang. Saya mulai tidur seperti orang normal, sekitar 8 jam sehari. Dan saya mulai tidur setiap hari lagi. Akhirnya, untuk pertama kali sejak menderita skizofrenia, saya optimis untuk sembuh total dan hidup seperti orang normal lainnya.

Jika semua berjalan sesuai rencana, maka saya akan lepas obat pada tahun 2018 mendatang.

Masalah Baru

Menjadi orang normal menjadi lebih sulit dari yang saya kira. 6 tahun berlalu begitu cepat dan saya sudah terbiasa hidup tanpa keinginan apapun. Ketika saya mulai sembuh akhir-akhir ini, saya mulai bingung dan takut dengan masa depan. Apa yang bisa saya lakukan sedangkan selama beberapa tahun terakhir saya tidak pernah dibebani apapun kecuali bermalas-malasan?

Inginnya mencari pekerjaan baru, sekalian agar kemampuan sosialisasi saya kembali. Namun itu pilihan yang sulit. Saya sudah 27 tahun dan tidak punya pencapaian ataupun pengalaman memadai sehingga sulit mendapatkan pekerjaan baru. Tidak punya skill dan hanya punya ijasah SMA. Jadi, saat ini masih bingung menentukan tujuan hidup ke depannya. Untuk sementara, saya rasa pekerjaan menjual buah masih bisa mengisi waktu luang saya.

Pola hidup pun masih berantakan. Saya tidak teratur makan, mandi, dan tidur. Masih seperti orang sakit. Dan tidak ada tekanan dari orang tua saya akan hal tersebut. Saya hanya sering kembali ke masa lalu dan mencoba melihat pola hidup saya di masa itu. Kemudian saya pun mulai berani menyusun jadwal kegiatan seperti orang lainnya.

Bagian terburuk adalah kehilangan kontak dengan beberapa teman. Beberapa tahun menjalani beberapa perawatan di tempat-tempat yang berbeda juga menyulitkan bertemu dengan teman-teman lama. Rasanya saya sangat ingin ngobrol tidak jelas lagi seperti masa-masa muda dulu.

Sepertinya saya sudah terbiasa hidup online dan tidak punya kehidupan pertemanan di dunia nyata. Tapi itu bukan kehidupan yang buruk. Dan saya masih bisa merasakan kebahagiaan meskipun kadang-kadang, ketika melihat kehidupan orang lain, merasa aneh juga dengan pola hidup yang saya jalani sehari-hari.

Tidak masalah, akan saya pikirkan lagi di masa depan. Yang jelas tujuan pertama tahun ini adalah lepas obat atas persetujuan dokter. Setelah itu baru menyusun langkah selanjutnya untuk kembali menjadi manusia seperti manusia-manusia normal lainnya.

Ketakutan Terbesar Saya

Ketakutan ODS (orang dengan skizofrenia)​Sumber gambar: nova.id

Kalau ada ketakutan terbesar saya, itu pasti ketakutan kalau penyakit skizofrenia kembali kambuh seperti saat pertama kali sakit. Ada artikel yang menyatakan bahwa ODS tidak bisa pulih 100%. Tapi saya telah melihat beberapa kasus (khususnya di negara maju) bahwa ODS pun punya banyak prestasi yang membanggakan.

Di balik hadirnya harapan-harapan baru, disitu terdapat ketakutan yang juga datang. Saya banyak belajar dari rasa sakit dan rasanya menyenangkan. Saya melihat dunia dengan cara baru dan itu juga menyenangkan. Tapi jika ditanya apakah saya mau mengalami sakit lagi (kambuh), saya masih mikir-mikir.

Ada perasaan tenang saja karena saya sudah tahu bagaimana hidup dengan penyakit skizofrenia. Saya sudah merasa nyaman dan sudah tidak ada beban lagi. Tiba-Tiba saja semua membaik dan saya merasa kaget karena tidak percaya dengan pulihnya kesehatan saya. Dan sekarang saya mulai berani bermimpi lagi setelah sekian lama. Dan rasanya masih menyenangkan seperti ketika saya masih sehat di masa lalu.

Cara Mengatasi Ketakutan

Sebenarnya hal yang membuat saya tenang ketika mengalami rasa sakit, itu pasti ajaran determinisme. Ada orang yang benar-benar meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini sudah ditakdirkan bahkan sebelum manusia dilahirkan. Semua dalam kendali Tuhan dan manusia tidak punya kuasa apapun karena sudah terikat dengan takdir masing-masing ketika diciptakan.

Sempat berpikir untuk hidup dengan prinsip “menerima dan menjalani” saja, benar-benar pasrah kepada Tuhan. Itu bekerja dengan baik saat saya sakit, tapi akhir-akhir ini kepasrahan saya mulai berkurang karena mulai timbul keinginan-keinginan duniawi lagi. Tidak seperti ketika sakit yang sudah tidak berharap apapun.

Selain itu, pikiran saya mulai aktif dan tidak terkendali lagi. Ada banyak sekali pertanyaan yang tidak bisa saya jawab sendiri berkenaan dengan prinsip “Menerima dan menjalani”. Saya rasa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan konyol saya ada pada filsafat, tapi saya masih ingin bersantai menikmati kesehatan saya terlebih dahulu sebelum mempelajari filsafat.

Jadi, satu-satunya cara untuk mengatasi ketakutan-ketakutan hidup yang akhir-akhir ini datang adalah terus belajar ilmu-ilmu baru yang mampu menenangkan jiwa saya. Terkadang, pengetahuan benar-benar berguna untuk tetap berpikir realistis dan optimis tanpa takut dengan hal-hal yang belum tentu akan terjadi. Selain itu, tentu terus berdo’a agar Tuhan mengasihani saya dan tidak memberi cobaan yang berat-berat lagi.

Lalu, apakah ketakutan terbesar Anda? Bagaimana Anda mengatasinya? Bagikan di kotak komentar.

44 tanggapan untuk “Hari ke-22 : Ketakutan Terbesar dalam Hidup Saya

  1. Terus semangat ya Ka, mungkin bisa coba jualan online (maap walaupun saya kerja di bidang online tapi sama sekali ga maksud jualan). Karena aku liat kamu sangat paham mengenai seluk beluk digital, harusnya jualan online bisa jadi lebih mudah 😉

    Disukai oleh 1 orang

    1. Iya mbak puji. Sudah masuk dalam project saya. Ini ngembangin blog sampai dapat 1000 pengunjung per day dulu, baru dipake jualan. Rencana sih nggak detail, cuma sampai sekarang perkembangan blog ini bagus sekali.

      Suka

  2. ketakutan terbesar Cinta. Hmmmm…apa yah? ^__^> garuk-garuk kepala nih, koq rada susah ya nyarinya, agak telmi juga kl disuruh mikir bgni 😅.
    Sprtinya ada dua mas : kamar gelap dan kecoa

    Disukai oleh 1 orang

      1. serem, ngeri mas, itu makhluk kyk punya instink nemplok aja kl ada cewek lewat 😀

        Btw, jangan takut pada dunia mas. Orang bijak bilang, jangan mengejar dunia tapi berbaliklah membelakanginya, maka ga ada cara lain bagi dunia selain ngekor dan mengikuti kita. 😀 *optimis tingkat dewa

        Suka

  3. Beberapa hari yg lalu saya nonton video wawancara seorang pengidap skizofrenia di youtube. Saya baru tahu kalau ternyata penyakitnya separah itu. Tp di situ jg dibilang klo ada satu kelebihan pengidap skizofrenia yaitu mereka lebih fokus & kreatif. Jd mungkin mas cocok jd penulis pro atau fotografer.

    Tentang ketakutan saya, cukup susah jawabnya krn terus berubah. Saya nggak yakin ketakutan sy yg sekarang akan bertahan soalnya sekarang aja saya sering menertawai ketakutan2 saya di masa lalu.

    Disukai oleh 1 orang

    1. Ada banyak mas firman penderita skizo yang sukses. Bahkan ada yg dapat nobel. Filmnya berjudul beatifull mind. Ada juga penulis2 besar yg juga mengalami gangguan jiwa tapi masih bisa sukses. Setidaknya itu inspirasi untuk tetap semangat menjalani hidup.

      Disukai oleh 2 orang

    1. Ha ha ha nggak separah keliatannya kok. Ortu juga ngira begitu, padahal saya udah biasa kok. Paling beberapa bulan sekali pusing atau mikir negatif.

      Suka

  4. Terus berusaha untuk bersosialisasi di dunia nyata dengan dagang buah juga cukup baik. Tapi mungkin bisa memilih pekerjaan yang lebih banyak melibatkan orang seperti jadi pengajar, yang setiap hari dituntut selalu bersosialisasi dengan banyak orang. Mungkin itu bisa membantu.

    Suka

    1. Jadi penjual buah menyenangkan kok mbak ida. Saya menikmatinya. Cuma saya butuh lebih banyak uang untuk biaya percobaan saya lainnya. Jadi ya musti mikir sejak sekarang buat nyari pekerjaan yg menghasilkan lebih banyak uang.

      Klo jadi guru kayaknya gak mungkin. Hanya punya ijasah SMA.

      Suka

  5. Semangat bang, saya juga heran.. seorang penderita skizofrenia bisa menulis hebat seperti ini. Menurutku, Cerita ini cocok untuk jdi bahan acara talkshow gitu, pembangun motivasi. Hahaw
    “Dgn dasar apa anda bisa menulis seperti ini? Sedangkan anda pengidap skizofrenia”. Kek gitu kali..

    Oiya, cobalah menjalin konektivitas yg luas.. heuheu itu penting lho.

    Suka

    1. Iya buanyak kok penulis yg juga mengalami gangguan jiwa seperti silvia path sama stephen king klo nggak salah.

      Ha ha ha….. Saya nulis cuma buat seneng2 aja sih so far. Ntar klo udah jago baru bikin buku. Rencananya masih sekitar 24 bulan lagi baru mulai.

      Disukai oleh 1 orang

  6. Salam kenal…
    Senang saya bisa menemukan, menyimak dan membaca tulisan hebatmu, apalagi mengetahui tentang ketakutan terbesarmu.
    Ada kesamaan dengan yang saya alami, titik dimana memutuskan untuk “menerima dan menjalani” meski saya tidak merasa mengidap penyakit yang sama, justru saya tidak begitu paham apa saya berpenyakit atau tidak.
    Keadaannya persis, sampai kemudian memutuskan saya tidak menginginkan apa-apa, kecuali kebahagiaan orang-orang yang menyayangi dan mengasihi saya (dalam hal ini keluarga). Pernah saya begitu membabi buta dan melakukan apapun untuk itu. Hasilnya saya begitu tertekan, kebahagiaan mereka yang berusaha saya wujudkan tak pernah ada di titik cukup dan tidak terkejar. Lalu saya berpikir bahwa saya tidak mampu untuk selalu seperti itu.
    Lantas saya putuskan terpisah dari keluarga dan memilih sama sekali tidak peduli, meski tetap tidak bisa begitu saja kujalani.
    Yang paling elok di sini, cara saya pergi, mengasingkan diri, barangkali banyak orang mengira saya mengekslusifkan, padahal saya memiliki misi untuk lebih membumi, membanyakkan waktu bersujud dan mengenal Tuhan lebih akrab.
    Hingga saya menemukan pemikiran, Tuhan adalah muara segala permasalahan, jawaban setiap kerumitan, serta sedianya pada Tuhan pula tempat kelak berpulang.
    Disinilah saya bertemu kedamaian, keadaan “menerima dan menjalani” menjadi lebih mempunyai dasar, karena apa? Tuhan sudah merencanakan yang terbaik, saya yakin, apapun itu.
    Maka saat ini ketakutan terbesarku adalah kehilangan Tuhan saat tiba di keadaan begitu nyaman atau sebaliknya.

    Begitu.
    Terima kasih ya… 🙂

    Suka

    1. Iya mbak. Tuhan itu selalu memberi yang terbaik, hanya saja ilmu dan logika kita tidak bisa memahami keadilan dan kebijaksanaan Tuhan. Kadang2 saya juga takut klo hidup terlalu senang dan melupakan Tuhan. Salam kenal juga.

      Disukai oleh 1 orang

  7. Semangat ya, Shiqa! Semoga nggak muncul lagi.. semoga kamu bisa jadi inspirasi dan motivasi, jikalau ada pengidap skizofrenia lain baca yah 😊

    Suka

    1. Amin2. Saya sih nggak parah mbak dila. Biasanya bantu sesama penderita skizo di komunitas facebook. Kita semua saling memotivasi dan menginspirasi.

      Disukai oleh 1 orang

    1. Iya mbak makasih. Ini masih semangat. Memang banyak sekali kok yg sukses meskipun sakit skizofrenia, misalnya john nash yang bahkan meraih nobel. Kisah nyatanya bisa nonton film beatifull mind.

      Suka

    1. Wa ha ha…. Klo pikiran saya akan berlogika sederhana :
      1. Semua yaang hidup pasti akan mati cepat atau lambat. Itu takdir yg tidak bisa diubah (absolut).
      2. Surga dan neraka itu hak preogatif Tuhan dan manusia tidak bisa berbuat apapun sama seperti ketika lahir yg tidak bisa memilih mau jadi anak siapa.

      Semoga membantu 🙂

      Disukai oleh 1 orang

      1. 1. Tentu.
        2. Tentu. Manusia tidak bisa berbuat apa-apa saat sudah mati.

        Cerdas sekali, Mas Shiq. Saya hampir tidak percaya dengan penyakit yg pernah diderita Mas Shiq melihat dari isi tulisannya di blog. Berbobot!

        Suka

  8. Entahlah. Setiap kali saya membaca kisah Anda, saya merasa antara kagum dan haru.

    Kagum karena ada org mantan penderita Skizofrenia (atau masih dlm tahap mnuju pmulihan total) seperti Anda yg olah pikirnya tergolong ‘hebat’, sperti skill menulis. Terharu krn Anda tipe org yg pntang menyerah ngadapi situasi2 sulit, minim teman di dunia nyata, tapi ttp enjoy. Saya juga salut mendengar ortu Anda yg pngertian.

    Selain itu, saya merasa heran aja dg penyebab utama penyakit Skizofrenia. Sy prnah nonton film Mirror ttg Anna yg prnah mnderita penyakit ini..melihatnya mengerikan sekaligus menyedihkan. Nah,..apkah pndrita Skizofrenia sllu bgtu, itu yg buat sya heran, terutama ktika seorang Shiq4 juga prnah ngalami susahnya brjuang dg pnyakit ini.

    Kalau saya sendiri, ketakutan terbesar saya adalah ktika org yg saya cintai pergi meninggalkan saya (meninggal), skalipun saya sadar bhwa sayapun akan menuju ksana, dan katanya sorga itu kkal, tapi sy ttp mrasa bahwa saya lebih terbiasa hidup di dunia ini…

    Gimana sy ngtasi rasa takut ini? Tidak ada slain beriman saja pd wahyu Tuhan bahwa Dia telah menyiapkan tempat terbaik bagi umatNya..

    Suka

    1. Penderita skizofrenia punya gejala masing2 mas desfortin. Tergantung masing2 penderita juga menyikapi keadaannya. Yg pling parah kalau sudah frustasi, beberapa penderitanya melakukan tindakan bunuh diri.

      Tapi banyak juga penderita skizofrenia yg sukses. Klo dasarnya orangnya merasa termotivasi, misalnya agar tidak menyusahkan anggota keluarga lainnya, maka peluang pulihnya lebih cepat.

      Penyebab skizofrenia setahu saya karena hormon di otak yg salah sehingga penderitanya berhalusinasi.

      Makasih mas desfortin mengingatkan. Saya juga sudah tahu tujuan hidup saya, bersahabat denga Allah.

      Disukai oleh 1 orang

  9. Lakukan yang menurutmu bisa bikin senang. ga usah mikir jauh banget ke depan. porsi berpikir kita ada limitnya. Jika percaya ama yang di atas, semuanya akan baik saja akhirnya. Aku menjalani hidup gt kok. ga pernah ambisi. tapi puji Tuhan ya digenapi. memang kedengarannya klise. percaya aja, dan jalani apa yang bisa dijalani

    Suka

  10. Saya juga orang yang punya ketakutan besar.. Masalah kecil, tpi perasaan di hati kayk memberatkan… But, semua hal pasti ada solusinya.. Selamat berjuang buat agan… Pasti bisa!!!

    Suka

Komentar ditutup.