Cinta Sejati (1)

​​Sumber gambar : cinta.love

Langit sudah lima menit duduk di cafe di dalam MATOS, tapi tidak ada tanda-tanda kedatangan gadis yang dibicarakan Abdul dan Sholikin. Dua hari yang lalu tiba-tiba kedua temannya tersebut mengatakan ada gadis yang ingin menjadi pacarnya.

“Kau harus mau pacaran dengan gadis itu Langit! Dia cantik sekali” Abdul tiba-tiba berteriak kepadanya di rumah kontrakan mereka.

“Aku tidak mengenalnya, bagaimana hal semacam itu bisa terjadi?” Langit masih berusaha menolak perintah bodoh temannya.

Sholikin tidak kalah antusias “Lakukan demi kami. Demi Tuhan kita mahasiswa semester tiga. Seharusnya kita juga sudah punya pacar sejak tahun pertama kuliah. Tidakkah kau ingin seperti mahasiswa lainnya? Kita juga butuh hiburan”

“Benar… Siapa tahu gadis tersebut punya teman perempuan lainnya untuk kami” Abdul tampak bersemangat ketika menimpali ucapan Sholikin.

“Bagaimana seandainya gadis itu tidak punya teman lain? Bukankah harapan kalian akan sia-sia? Dan mengapa aku yang harus menanggung risiko atas keinginan konyol kalian?” Langit mencoba membela diri.

“Tidak apa-apa. Setidaknya kelompok kita tidak akan dicap sebagai kaum jomblo,” Sholikin tidak mau kalah. “Bukankah begitu dul?”

“Benar. Kumohon lakukan saja. Gadis itu sudah bilang mau jadi pacarmu. Setidaknya lakukan demi kami karena kami sudah mengatakan kepada gadis itu akan membantunya jadian denganmu” Abdul mengucapkannya dengan penuh keyakinan dan sedikit memelas.

Akhirnya Langit tidak kuasa atas permintaan dua teman dekatnya “Baiklah . Tapi kalau nanti tidak cocok, aku akan putus dengannya”

“Setuju” Abdul dan Sholikin menjawab secara bersamaan.

Dan kini Langit masih menunggu gadis misterius itu. Ingatannya kembali ke masa awal masuk SMA. Saat ia begitu mendambakan seorang gadis untuk dicintai dan mengalami apa yang dialami sebagian besar pemuda pemudi. Dan ia dengan mudah mendapatkannya seminggu setelah masuk SMA. Tiba-Tiba saja ada gadis yang menyatakan cinta kepadanya. Karena wajah gadis itu cantik, tidak ada alasan untuk tidak menerimanya sebagai kekasih.

Kemudian Langit dan gadis bernama Endah tersebut rutin berkirim pesan, saling menelepon, dan mengungkapkan kata-kata cinta yang romantis. Namun karena alasan yang tidak jelas, Endah selalu menolak ajakannya untuk keluar makan malam atau tidak mengijinkan untuk main ke rumahnya. Saat itu Langit hanya berpikir mungkin Endah butuh waktu dan mungkin masih malu sehingga ia memaklumi dan tidak terlalu memaksa. Lagipula mereka baru resmi berpacaran selama beberapa hari.

Tapi di hari senin, seminggu setelah jadian, Endah datang ke kelasnya.

“Kita putus.” Endah mengatakan hal tersebut di depan teman-temannya tepat setelah upacara hari senin.

Langit tidak percaya dengan apa yang ia dengar dan berdiri dari kursinya dan menghampiri Endah di depan kelas “Mengapa? Apakah aku melakukan kesalahan?

“Tidak. Aku hanya melakukan taruhan dengan teman-temanku. Dan tugas terakhir adalah mengatakan bahwa kita putus di depan semua orang” Endah mengatakan tanpa perasaan dan teman-teman Endah di luar keras tertawa terbahak-bahak.

“Lalu bagaimana dengan chatting kita? Pesan-Pesan yang kau kirimkan? Bukankah kita menikmati saat-saat itu” Langit mencoba mengingat apa saja yang ia lakukan selama seminggu terakhir dengan Endah.

“Bagiku itu adalah masa yang memuakkan. Sudahlah, Ini hanya permainanku bersama teman-temanku” Endah lalu pergi ke luar kelas. Kemudian bersama teman-temannya meninggalkan Langit seorang diri di depan kelas.

Langit begitu malu. Harga dirinya hancur. Bahkan ia tidak sanggup melihat tatapan keheranan teman-teman sekelasnya. Meskipun sebagian dari mereka tidak dikenalnya, tapi beberapa orang mengucapkan selamat ketika ia bercerita telah berpacaran dengan Endah, salah satu gadis cantik yang cukup populer di sekolah SMA Negeri 1 Mojosari.

Langit mengambil tasnya dan langsung berlari pulang. Sejak saat itu, kepercayaan dirinya hancur. Masa indah di SMA tiba-tiba jadi mimpi buruk. Walaupun beberapa teman mencoba menghiburnya, Langit tidak pernah benar-benar sembuh. Selama tiga tahun berikutnya ia hanya menghabiskan waktu di perpustakaan dan ke kantin seorang diri saja ketika istirahat. Ia menjadi penyendiri. Ia merasa semua siswa-siswi di SMA menertawakannya. Sekalipun ada beberapa siswa yang mendekatinya, ia bersikap dingin, dan tak lama kemudian, siswa-siswa yang mendekatinya akan pergi, persis seperti semut yang menyingkir karena ada kapur pembasmi serangga.

Baru ketika kuliah di Malang semua penderitaannya berakhir. Di kota ini, tidak ada yang mengetahui masa lalunya. Apalagi ia berkuliah di universitas swasta yang tidak terkenal, tidak ada seorang pun yang berasal dari SMA yang sama. Dan Langit lega dengan keadaan yang seperti itu.

Langit bertemu Abdul dan Sholikin di suatu mata kuliah. Dan tiba-tiba saja Langit menyukai mereka berdua. Kemudian mereka mengontrak sebuah rumah untuk ditinggali bertiga. Dan tepat di awal semester tiga, kejadian serupa menimpa dirinya lagi, ada seorang gadis yang ingin menjadi kekasihnya. Dalam hati Langit tidak terlalu peduli, hanya demi kedua teman karibnya. Lagipula mereka berdua tidak mengetahui kisah kelamnya di masa SMA. Dan Langit tidak berniat berbagi kisah itu untuk saat ini.

Kini Langit sedang menanti gadis yang mungkin akan ia benci. Ia akan putus dengan gadis tersebut bagaimana pun caranya. Setidaknya ia harus berpura-pura berpacaran dengan gadis misterius ini untuk menyenangkan kedua temannya. Ia tidak ingin mengalami kejadian memalukan untuk kedua kalinya. “Tidak akan pernah lagi” batin Langit.
****************

Silfin merasa bahagia. Ia bertemu dengan cinta pertamanya lagi sejak 4 tahun lalu. Tiba-Tiba saja ia mendengar dengan jelas sebuah nama yang tidak asing di depan warung fotocopy di depan kampusnya.

“Eh nama lengkap Langit siapa ya?” Tanya lelaki yang terlihat kampungan dan memiliki tubuh lebih tinggi dibanding lelaki di sebelahnya sambil menulis pada kertas yang tidak diketahui Silfin.

“Langit Abiyasa” jawab lelaki di sebelahnya.

Silfin ragu-ragu. Tapi itu nama yang tidak asing. Dan dengan segera ia mendekat ke kedua lelaki tersebut dan spontan “Maaf bolehkan aku minta tolong sesuatu?”

Lelaki yang bertubuh lebih pendek menjawab dengan sopan, “Bantuan apa yang mbak?”

“Tolong katakan kepada Langit kalau aku mencintainya. Dan aku mau ia jadi kekasihku. Dapatkah kalian membantuku untuk melakukannya?”

Kedua pria di depannya tanpak bingung. Kemudian berbisik-bisik, lalu lelaki yang lebih tinggi menjawab “Tentu kami bisa membantu. Kami akan melakukannya.”

“Baiklah. Bagaimana kalau kalian membujuk Langit untuk menemuiku di MATOS, di tempat yang menyediakan kopi tepat di MATOS bagian depan? Aku ingin mengatakan bahwa aku mencintainya dan mau menjadi kekasihnya secara langsung. Setuju? Nanti kalau kami jadian aku pasti memberi kaliah hadiah yang istimewa. Bagaimana?” Silfin menatap kedua lelaki asing di hadapannya.

“Baiklah. Kapan pertemuannya?” lelaki yang lebih pendek menyahut tanpa meminta persetujuan teman di sebelahnya.

“Sabtu depan. Sekitar pukul tujuh malam. Bagaimana?”

“Baiklah. Biar kami yang membujuk Langit. Oh ya ngomong-ngomong kita belum berkenalan. Namaku Sholikin. Dan ini Abdul” lelaki yang lebih tinggi memperkenalkan diri.

Kemudian Silfin menjabat uluran tangan Sholikin, lalu uluran tangan Abdul secara bergiliran “Aku Silfin.”

Setelah sedikit berbasa-basi kedua lelaki itu berpamitan. Mereka juga sempat bertukar nomor telepon untuk memastikan semua berjalan sesuai rencana. Sepeninggal kedua lelaki tersebut, Silfin tersenyum bahagia. Ingatannya kembali ke masa empat tahun lalu, saat ia masih duduk di bangku SMP kelas 3 di MTS Mojosari.

Pagi itu masih sekitar pukul 7 pagi. Setelah upacara hari senin, ia minta ijin untuk mengambil fotocopian di toko yang terletak di bekas terminal lama Mojosari. Setelah itu, Silfin bersepeda melewati gang kecil, tepat di sebelah SMA Mojosari.

Ada beberapa anak berseragam SMK yang menghentikan laju sepedanya. Dan tercium bau alkohol dari mulut mereka. Keadaan cukup sepi sehingga Silfin hanya berusaha melewati mereka. Namun salah seorang dari ketiga murid SMK di depannya menghentikan sepedanya dan memegang bagian depan sepedanya. Sepeda itu pun berhenti melaju. Silfin menoleh ke sekitarnya, namun keadaan masih sepi. Tidak ada orang. Namun Silfin tetap berteriak minta tolong. Sampai muncul seorang siswa berseragam SMA Mojosari. Ia berlari dan tiba-tiba saja siswa tersebut memukul salah seorang anak SMK yang memegangi sepedanya.

Tanpa ampun, kemudian ketiga siswa SMK langsung mengeroyoknya. Siswa SMA tersebut jatuh dan diinjak-injak. Sementara itu Silfin berteriak lebih kencang minta tolong. Tak lama kemudian beberapa orang datang dari arah jalan besar. Dan ketiga siswa SMK itu melarikan diri. Setelah itu orang-orang yang datang menolong si siswa SMA. Setelah memastikan hanya luka memar dan tidak ada yang serius, orang-orang pun meninggalkan Silfin dan Siswa SMA tersebut.

“Kau tidak apa-apa?” Silfin menaruh sepedanya dan menuju ke lelaki misterius yang entah kenapa memukul siswa SMK yang menganggunya.

“Rasa maluku lebih sakit dari pukulan-pukulan mereka” jawab siswa SMA tersebut acuh tak acuh.

Silfin tidak tahu apa yang dimaksud lelaki di depannya. Apakah ia malu karena kalah? Bukankah itu sesuatu yang wajar mengingat ia dikeroyok tiga orang sekaligus. Tapi Silfin yakin lelaki di depannya serius. Ia terlihat menangis. “Apakah rasanya sakit sekali sampai ia menangis,?” batin Silfin.

“Bagaimana kalau kuantar kau ke rumah sakit?” Silfin tampak bersungguh-sungguh.

“Aku tidak apa-apa. Oh ya…. Nasihatku berhati-hatilah dengan lelaki tampan.”

Setelah mengatakan itu siswa itu kembali berlari. Untunglah Silfin sempat melihat nama yang ada di bajunya, Langit Abiyasa. Dan Silfin mengingat nama itu dengan baik. Kejadian selanjutnya begitu aneh bagi Silfin. Ia terus memikirkan lelaki yang menolongnya tersebut sepanjang minggu. lalu beberapa kali ia melewati SMA Mojosari, berharap bertemu dengan lelaki yang dihajar tiga orang sekaligus, tapi tidak pernah berhasil bertemu.

Barulah Silfin menyadari ia mulai jatuh cinta. “Mungkin ini yang namanya cinta” pikir Silfin di dalam kamarnya waktu itu.

Silfin terus menulis perasaannya di dalam buku hariannya. Betapa ingin ia menjadi kekasih siswa SMA yang menolongnya. Ia juga memikirkan kata-kata siswa tersebut. Tapi ia tidak mampu memahaminya. Saat itu, ia berencana akan masuk SMA Mojosari tahun depan, dan mungkin akan menyenangkan bertemu dengan lelaki yang telah memikat hatinya. Itulah alasan mengapa ia tidak berusaha keras untuk bertemu dengan lelaki tersebut selama setahun terakhir di masa SMP. Sayangnya, setelah lulus, keluarganya pindah ke kota Malang. Dan Silfin tidak pernah mewujudkan keinginannya untuk menjadi kekasih lelaki berseragam SMA yang menangis di depannya saat itu.

Di masa SMA Silfin benar-benar terpengaruh dengan ucapan siswa SMA yang menolongnya : Berhati-hatilah dengan Pria Tampan. Dan Silfin tidak banyak bergaul dengan lelaki tampan mana pun, bahkan ketika teman-teman lelaki di SMA barunya menyatakan cinta, Silfin tidak goyah sedikit pun selama 3 tahun di SMA dan tidak peduli dengan lelaki tampan sebagaimana gadis di usianya. Meskipun tetap saja ada beberapa teman perempuan terus membujuk Silfin untuk menerima salah satu lelaki yang jelas-jelas menyatakan cinta kepadanya, tapi itu tidak membuat pikiran Silfin berubah sedikit pun.
Siapa yang menduga, Silfin yang gagal masuk perguruan tinggi negeri terpaksa masuk ke universitas swasta atas usulan ibunya. Kata ibunya, jika nanti tidak cocok, maka bisa meninggalkan universitas tersebut untuk mengikuti ujian masuk perguruan tinggi negeri tahun depan. Ternyata itu adalah keberuntungan terbesar dalam hidupnya. Dan kini Silfin tersenyum bahagia karena di universitas swasta tersebut ia bertemu dengan Langit.

Malam ini, sabtu dan masih pukul tujuh, Silfin berjalan seorang diri dari tempat kos temannya yang menjadi mahasiswa di Universitas Malang menuju MATOS. Hatinya sangat bahagia atas keajaiban kecil yang dialaminya. Dan ia akan mewujudkan impian yang selama ini ia harapkan 4 tahun yang lalu. Tapi Silfin tidak berencana untuk menceritakan siapa dirinya di depan Langit, siswa SMA misterius yang menolongnya saat ia masih duduk di bangku kelas tiga SMP. (Bersambung…..)

20 tanggapan untuk “Cinta Sejati (1)

  1. Itu fotonya keren. Kapan hari aku pernah capture awan yg seperti itu. Bentukan bertuliskan lafadz Allah. Ini komentar kayaknya salah fokus yaa.. hahah

    Suka

  2. koq Cinta bingung ya mau komen apa? 😅
    Bagian ini Cinta suka, smoga episode selanjutnya ga kalah bagusnya. 😇

    Btw, Cinta suka dg karakter si Langit ini, pendiam dan penyendiri hehe

    Suka

  3. Mumpung masih episode 1 saya mau ngikutin ceritanya, hehehe
    Yang menarik dari cerita ini adalah karakter-karakternya yang terbilang unik namun tetap masuk akal karena ada penjelasan dibalik keunikan tsb.
    Saya juga suka dengan alur cerita yang berjalan maju mundur.

    Ditunggu seri keduanya mas!

    Suka

  4. Wow…keren pakai alur maju-mundur kisahnya. Ini cerbung lagi ya?

    Btw, ada nama SMAN 1 Mojosari dalam kisah fiktif ini, trus nama Langit Abiyasa itu, apakah karakter khayalan saja mas Shiq4? Saya curiga ni, hehe …. kisah malang Langit di masa lalu, mulai dari diputusin sepihak oleh Endah dan dipukuli oleh 3 siswa SMK nakal itu nampaknya akan berujung manis dengan gadis misterius bernama Silfin ini. Keren, saya suka dengan gaya pengisahannya.

    Oya, menurut saya, pengalaman pahit yg dialami seseorang di masa lalu biasanya sangat membekas. Tidak semua orang dengan mudah bisa bangkit dari trauma masa lalu. Sama seperti saya, dulu saya juga pernah dikecewakan oleh seorang gadis cantik waktu masih SMA. Kami beda sekolah sih. Saya du SMA dan dia di SMK. Ijin share dikit ya. Ini cerita yg sesungguhnya.

    Hal yang menyedihkan bahwa hubungan kami berakhir tanpa kejelasan. Tak ada kata putus dari masing2 kami. Tapi saya sadar bahwa saya tidak disukainya lagi. Ia selalu menghindar sejak kejadian di sore Minggu yg kelabu itu.
    (Persisnya saya gak cerita apa itu).

    Ia kemudian berpacaran dengan lelaki lain, kebetulan lelaki itu satu sekolah dengan saya. Saya merasa dikhianati. Tapi Sbuah fakta bahwa ia adakah seorang playgirl. Menurut info terbaru, saya adalah pacarnya yang ke-12. Kebayang gak gimana bodohnya saya? 😂😂

    Sebenarnya saya masih mencintainya. Tapi saya sadar, kalau sudah begini, mau apa lagi. Saya harus move on. Tapi hati saya sudah terlanjur kecewa.

    Sampai pada masa2 awal kuliah du tahun 2004, saya tak pernah ketemu lagi dengan gadis “pengkhianat” itu. Sayapun masih larut dalam rasa kecewa itu. Sampai akhirnya suatu ketika, entah di tahun 2005 kali ya, saya lupa persisnya, di tengah siang hari bolong, saya bertemu dengannya tanpa sengaja di sebuah gang kecil di kota Palangkaraya. Ia berjalan kaki menyusuri gang itu bersama seorang lelaki. Mungkin lelaki itu pacarnya. Waktu itu saya masih menggunakan sepeda engkol. Suatu kejadian konyol. Karena saat itu saya agak laju mengayuh sepedanya, rem sepeda juga agak butut, gangnya juga sempit, jadi tanpa sengaja juga, saya menabrak lelaki itu. Saya malu sekalian geran koq dia gadis yg pernah saya cintai. Saya minta maaf, kemudian berlalu. Mereka menertawakan saya. Belakangan saya tahu kalau ia dan cowok yang bersamanya itu juga kuliah di universitas yang sama, hanya kami berbeda kampus/jurusan (prodi).

    Siapa sangka kemudian di tahun 2006, saya mulai move on. Saya berkenalan dengan mahasiswa yg baru masuk di kampus jurusan Bahasa Inggris, prodi yang saya ambil pada tahun 2004 itu. Waktu itu saya jadi salah satu panitia ospek. Anda tahu, gadis itu kemudian jadi pacar saya, yang sekarang menjadi istri saya. Yg lebih lucu lagi, gadis yang saya pacari itu ternyata adalah keponakan gadis “brengsek” yang pernah mengecewakan saya waktu SMA dulu itu. So, ia kini jadi tante saya. Dia bukan cinta sejati saya, tapi keponakannyalah yang jadi cinta sejati saya, wkwk…. ini true story.
    Maaf, lalu jadi curhat ini.

    Ditunggu ni kisah selanjutnya, mas Shiq4.

    Suka

Komentar ditutup.