Sebuah Cinta di Pulau tak Berpenghuni (2)

​​Cinta di pulau tak berpenghuni

Episode pertama.

Thomas terbangun karena sinar matahari sangat terang. Ia segera bangkit dan memperhatikan sekitarnya. Ada sekumpulan burung terbang di langit, suara deburan ombak, dan udara pagi yang menyegarkan. Sejenak Thomas merasa de javu. Seperti hari kemarin. Hanya saja kali ini tidak ada wanita yang menyeret tubuhnya yang pingsan. Dan Thomas tersenyum sendiri memikirkan perbedaan hari ini dan hari kemarin.

Sementara itu Vina tampak tidak peduli dengan Thomas yang baru saja bangun. Ia melihat jauh ke arah lelautan, berharap tim penyelamat akan segera menolong dirinya. Sesekali ia juga memakan buah pisang yang didapat kemarin. Entah mengapa ia tetap mengunyah, sedangkan lidahnya sudah bosan dengan pisang karena sejak kemarin ia hanya memakan pisang saja. Tidak ada pilihan menu lainnya.


“Hai Vin, pagi yang indah, bukan?” Thomas membuka percakapan. Walaupun tadi malam ia dan Vina telah mengobrol sampai lelah, tapi tetap saja ada kecangungan ketika mulai berbicara pagi itu.

“Tidak lebih baik dari kemarin.” Vina menjawab singkat. Ia tetap tidak mau mengalihkan pandangannya dari lautan seolah Thomas yang berada tidak kurang dari satu meter di sebelahnya benar-benar tidak ada.

“Apa rencananya hari ini nyonya cantik?, Apa kita perlu mencari makanan lagi di hutan seperti kemarin?”

Vina bangkit dari duduknya. Ia tidak suka dengan gurauan Thomas. Bagaimana pun juga, mereka baru kenal. Hanya karena nasib yang sama. Seandainya mereka tidak sama-sama terdampar, mungkin Vina tidak akan pernah bercakap-cakap dengan pria di sebelahnya.

“Terserah kamu. Yang jelas aku akan jalan-jalan sebentar.” Vina pun perlahan meninggalkan Thomas.

“Oh ya…. kalau bisa kau tetap disini saja dulu. Siapa tahu ada tim penyelamat. Tidak lucu jika mereka lewat dan tidak menyadari bahwa ada korban kecelakaan yang selamat. Nanti siang giliranku yang jaga. Sekarang aku mau jalan dulu.” Vina pun melanjutkan kata-katanya, kemudian pergi begitu saja.

Thomas tampak kesal. Ia tidak habis pikir mengapa wanita itu selalu menyuruhnya. Dan anehnya, ia selalu saja menurut tanpa bisa membantah. Thomas melihat Vina semakin menjauh. Dan ia sendiri tidak tahu apa yang harus ia lakukan hari ini.

“Tentu saja menunggu tim penyelamat. Jika mereka lewat, maka aku akan berteriak sekuat tenaga agar mereka menyadari keberadaanku” Pikir Thomas dan tersenyum geli dengan pikirannya sendiri.

Ia kemudian mengambil beberapa buah pisang. Setelah itu ia bersandar di sebuah pohon kelapa, tempat dimana Vina duduk tadi. Mengupas pisang, kemudian memakannya. Ia tampak santai. Pandangannya menuju laut lepas, dan harapannya sama dengan harapan Vina, melihat kapal-kapal penyelamat yang mencari korban kecelakaan kapal dua hari lalu.

30 menit kemudian, ia mulai cemas. Bagaimana jika Vina bertemu hewan buas? Atau bagaimana seandainya jika Vina tidak tahu arah alias tersesat?. Thomas tahu itu hanya pikiran buruk yang peluang terjadi kecil. Tapi tetap saja ia mengkhawatirkan gadis yang baru ia kenal sehari yang lalu. bagaimana pun ia mencoba tenang, pikiran-pikiran buruk terus menyerangnya. Thomas tak tahan lagi. Ia kemudian bangkit dan mengambil ranting-ranting pohon yang ia kumpulkan kemarin.

“Ranting pohon bisa dicari lagi. Setidaknya persediaannya akan cukup untuk nanti malam.” Gumam Thomas.

Dengan demikian, jika ada kapal penyelamat, mereka akan tahu bahwa ada orang di pulau ini. Asap dari ranting-ranting yang dibakar Thomas akan menjadi pertanda yang bagus. Tapi Thomas juga sadar bahwa ia harus bergegas. Ranting yang dibakarnya mungkin hanya akan bertahan 20 menit. Paling lama 30 menit. Dan dalam waktu tersebut ia harus menemukan Vina.

Thomas berlari ke arah dimana terakhir ia melihat Vina. Terus berlari kecil menyusuri pepehonan. Sampai ia mendengar suara gemericik air. Ia mengikuti suara tersebut dan menemukan sungai di bawahnya. Tingginya dari sungai sekitar 3 meter. Thomas berjalan santai mencoba mencari jalan menuju ke bawah. Kemarin tubuhnya basah karena air laut. Dan rasanya lengket sekali di badan. Tidak pernah ia bayangkan sebelumnya bahwa mandi di sungai merupakan kenikmatan tersendiri sampai ia terdampar di pulau yang entah dimana letaknya. Ia seolah lupa bahwa tujuannya saat ini adalah menemukan Vina. Ia sudah tidak peduli dengan hal tersebut.

Thomas tiba-tiba kaget. Dibawahnya ada sesosok tubuh yang sedang mandi di sungai. Thomas menemukan Vina. Hanya saja ini bukan waktu yang tepat untuk menyapa Vina karena Vina sedang dalam keadaan telanjang. Secara reflek Thomas merunduk, takut ketahuan oleh Vina. Ia tidak pernah mengintip sepanjang hidupnya, namun kali ini Thomas terdiam, kaku, mengagumi tubuh Vina yang indah tanpa sehelai benang pun.

Vina tampak riang. Ia tersenyum dan bermain-main air. Ia tidak menyadari bahwa ada mata lelaki yang menikmati keindahan tubuhnya. Dan ia merasa baik-baik saja. Bahkan ia akan memberi tahu Thomas bahwa ada sungai yang bisa dipakai untuk mandi atau minum. Kemudian ia merasa sudah selesai. Ia keluar dari air dan segera mengenakan pakaiannya.

Thomas pun segera berjingkat dan perlahan-lahan menjauh. Ia takut membuat suara kecil sehingga Vina tahu keberadaannya. Setelah agak jauh, Thomas segera kembali ke pantai. Ke tempat dimana ia dan Vina biasa duduk dan tidur, dibawah pepohonan kelapa. Tapi sepertinya api yang dibuatnya tidak berguna sama sekali. Tidak ada tanda-tanda kehadiran tim penyelamat. Ia sudah membuang-buang persediaan kayu. Dan ia berjanji akan mencarinya sendiri tanpa bantuan Vina mengingat kebodohannya menyalakan api tersebut. Thomas pun duduk. Bayangan tubuh telanjang tidak bisa hilang dari pikirannya.

20 menit kemudian, sosok Vina mulai tampak dari kejauhan. Dan dalam waktu singkat, tiba-tiba Vina sudah berada disamping Thomas.

“Aku menemukan sungai di sebelah sana. Kau bisa mandi jika kau mau. Rasanya menyenangkan.” Kali ini Vina tersenyum pada Thomas. Sepertinya ia bahagia.

“Baiklah. Aku akan kesana. Kau tunggu disini. Siapa tahu akan ada kapal penyelamat” Thomas bangkit dari duduknya.

“Mengapa kau membakar kayu? Apa kau memasak sesuatu?” Vina mengarahkan pandangannya kepada Thomas.

“Tadi aku sempat mengkhawatirkanmu. Jadi aku menyalakan api agar tim penyelamat tahu keberadaan kita. Sementara itu aku pergi mencarimu. Namun tidak ketemu.” Thomas berbohong.

“Baiklah kalau begitu. Apa sebaiknya aku mengantarkanmu ke sungai yang kumaksud? Memang mudah menemukan sungainya, tapi mungkin kau akan kesulitan untuk sampai ke bawah?” Vina menawarkan bantuan dengan tulus.

“Tidak apa-apa. Aku akan mencari sendiri.” Thomas segera berlari menjauhi Vina. Rasanya aneh sekali. Ia terangsang dengan kehadiran Vina. Padahal kemarin tidak demikian. Mungkin efek dari melihat tubuh telanjang Vina. Thomas hanya berlari saja. Takut dengan pikirannnya sendiri.

Sementara itu Vina tampak heran dengan kelakukan Thomas barusan. Ada sesuatu yang berbeda. Ia tidak tahu apa. Tapi beberapa kali ia melihat pandangan Thomas mengarah ke buah dadanya.

“Tidak mungkin. Apakah Thomas tertarik secara seksual kepadaku?” Vina takut dengan kemungkinan tersebut. Selanjutnya pikirannya di penuhi dengan prasangka buruk. Bagaimana seandainya Thomas memperkosanya?

Saat itu Vina hanya ketakutan. Dan untuk pertama kali dalam hidupnya, Vina berpikir dengan keras untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Ia memutuskan akan berbicara jujur pada Thomas. Sebelum Thomas kembali, Vina telah memikirkan beberapa perkataan halus untuk ditanyakan kepada Thomas. “Semoga saja tidak terjadi apa-apa ya Tuhan” gumamnya lirih. Bersambung…..

S
umber gambar : loveizlyf.blogspot.com

10 tanggapan untuk “Sebuah Cinta di Pulau tak Berpenghuni (2)

      1. Masalah kosakata “telanjang” atau “tertarik secara seksual” terlalu gamblang ,Mas. Hehehe browsing aja mas tentang teori menulis “show don’t tell”

        Suka

Komentar ditutup.