Mojosari : Musim Rambutan Tanpa Rambutan

Sudah hampir beberapa bulan berlalu sejak pertama kali saya menjual buah rambutan. Waktu itu harga eceran yang ditetapkan oleh kedua orang tua saya adalah Rp 10.000,00 per kilo. Dengan sedikit keberuntungan, buah rambutan yang saya jual berhasil terjual di pasaran. Kami banyak mendapat untung. Sepertinya orang-orang tidak terlalu mempedulikan harga tersebut. Padahal jika membandingkan harga dengan buah-buahan lainnya, harga buah rambutan tergolong masih mahal.

Jika berkaca dari tahun-tahun sebelumnya, seharusnya harga buah rambutan akan terus menurun seiring dengan bertambahnya persediaan buah rambutan di pedagang-pedagang besar. Hal yang kemudian terjadi adalah perang harga. Pedagang besar atau para juragan biasanya akan bersaing untuk memperebutkan pelanggan (pedagang eceran) dan itu menyebabkan harga rambutan benar-benar murah. Setelah di potong biaya kuli dan transportasi, pedagang kecil masih bisa mengecer buah rambutan di kisaran Rp 3000,00 sampai Rp 4.000,00.

Tapi semua itu tidak terjadi tahun ini. Sampai akhir januari 2016, harga eceran yang saya ketahui masih di angka Rp 7.000,00 karena buah rambutan yang beredar masih sangat sedikit sehingga harga pun tidak bisa lebih murah lagi. Ada bebeberapa kemungkinan yang menyebabkan hal ini terjadi.

Pertama, mungkin permintaan buah rambutan di kota-kota besar sangat tinggi. Itu membuat distribusi buah rambutan tidak sampai pada kota kecil seperti mojosari. Bagaimana pun juga, pedagang-pedagang besar akan memprioritaskan daerah perkotaan karena di kota-kota besar harganya bisa lebih tinggi dari Rp 10.000,00. Artinya pedagang akan lebih banyak mendapat keuntungan jika mereka memasok buah rambutan ke kota-kota besar. Akibatnya, kota-kota kecil tidak kebagian jatah buah rambutan dan membuat kelangkaan.

Kemukinan kedua adalah gagal panen. Tapi saya juga ragu akan hal ini karena tidak mendengar isu apapun. Biasanya jika memang petani atau kebun buah rambutan gagal panen, pasti kabarnya akan cepat menyebar di kalangan pedagang sehingga para juragan mencari daerah lain yang berhasil panen. Meskipun biaya transportasi akan lebih mahal, tapi jika para juragan memborong buah rambutan dalam jumlah besar, maka harganya pun bisa ditekan. Yang kemudian terjadi harga buah rambutan tetap murah dan pedagang kecil mampu mengecernya di kisaran antara Rp 3.000,00 – Rp 4.000,00.

Ketiga, mungkin petani sengaja menaikkan harga buah rambutan. Perekonomian saat ini sedang buruk dan menaikkan harga adalah strategi petani agar mereka mendapat keuntungan yang besar. Jadi, meskipun jumlahnya banyak (produksi buah rambutan stabil), harga buah rambutan menjadi lebih mahal dari tahun-tahun sebelumnya.

Rasanya aneh saja. Musim rambutan tahun ini tidak seramai tahun-tahun sebelumnya. Biasanya ketika musim rambutan mencapai puncaknya, banyak tempat di mojosari dipenuhi oleh mobil-mobil pick up yang berisi penuh dengan rambutan. Dan jumlahnya banyak sekali. Pemandangan yang tidak mungkin terlihat lagi tahun ini.

Tapi itu membuat saya lebih senang. Kelangkaan buah rambutan membuat harganya mahal sehingga tidak banyak orang yang berani mengambil resiko untuk menjual buah rambutan. Tidak akan ada lagi “gangguan kecil”. Itu membuat lapak buah kami menjadi satu-satunya penyedia buah rambutan di sekitar pasar legi. Tanpa adanya pesaing, saya menjadi lebih tenang berjualan dan bebas mengontrol harga di kisaran Rp 7.000,00. Di harga tersebut, saya bisa memperoleh untung antara Rp 100.000,00 sampai Rp 200.000,00 dalam dua hari dari penjualan buah rambutan saja.

Mungkin banyak orang yang kecewa karena harga buah rambutan tidak kunjung turun. Saya tidak peduli dengan hal tersebut. Bahkan saya berharap keadaan akan tetap seperti ini saja. Biar saja musim rambutan tanpa banyak buah rambutan, yang penting bisnis saya tetap berjalan dan mampu menghasilkan beberapa rupiah.

Ditulis dengan wordpress untuk android

39 tanggapan untuk “Mojosari : Musim Rambutan Tanpa Rambutan

  1. Di Banjarmasin rambutan 10000 dapat 6 ikat atau sekitar sekilo setengah hampir dua kilo. Di puncak musim seikat malah cuma seribu. Di kampung durian runtuh kalau yang jual mail dua seringgit hehe..

    Suka

        1. Wah nggak mbak. Mojosari terletak di kab. Mojokerto. 40 km dari kota surabaya ha ha ha….. Terkenal dengan wisata trowulan, pusat kerajaan mojopahit dahulu kala.

          Suka

        2. Lha kan kalau naik patas jogja lewat museum trowulan? Maksudku kalau dari sby ke solo/jogja dilewatin nggak? Gitu lho…
          Lha kalau solo dan jogja ya masih 6-8 jam dari sby 🙂

          Suka

        1. Iya mbak pasar raya. Deket ama stadion mojokerto putra. Wa ha ha ini kedua kalinya ketemu blogger asal mojokerto. Dulu ada komunitas blogger mojokerto sekarang udah bubar. Jadi sering nggak ada temen ngeblog.

          Disukai oleh 1 orang

        2. Oh ya? Sampe pernah ada komunitasnya? Saya blogger baru mas. Baru setahunan ini. Ada juga blogger mojosari, mbak wulan. Kenal ga? Bakso mojosari deket stadion yg baksonya gede itu masih ada kan ya?
          Hihi salam kenal ya mas.

          Suka

        3. Salam kenal juga mbak. Boleh dibisikin nggak alamat blognya mbak wulan? Ntar tak samperin kwa ha ha……. Coba nanti tak cek masih ada apa belum soalnya banyak yang berubah 2 tahun terakhir. Banyak pembangunan tempat2 belanja.

          Disukai oleh 1 orang

        1. Mas bukannya jualan rambutan? saya bisa beli tidak dan kirim kke jakarta?
          Di jakkarta susah rambutan tidak tahu kenapa.

          Suka

        2. Wah tidak bisa mbak. Saya pedagang kecil. Kalau mau partai besar bisa melalui juragan di pasar-pasar buah atau bisa langsung datang ke kebun rambutannya. Klo melalui perantara nanti jatuhnya mahal dan ribet. 😀

          Suka

Komentar ditutup.